Thursday, September 19, 2013

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN TEN MEGA TREND


BELAJAR DAN PEMBELAJARAN TEN MEGATREND

1.  Belajar melalui kehidupan kita
2.  Belajar dalam organisasi, institusi, asosiasi, jaringan.
3.  Belajar berfokus pada kebutuhan nyata
4.  Belajar dengan seluruh kemampuan otak
5.  Belajar bersama
6.  Belajar melalui multi media, teknologi, format, dan gaya .
7.  Belajar langsung dari berpikir
8.  Belajar melalui Pengajaran/pembelajaran
9.  Belajar melalui sistem pendidikan kita yang akan berubah cepat (atau lambat?) untuk membantu belajar sepanjang hayat dan masyarakat belajar
10.Belajar bagaimana belaja

PEMBELAJARAN, diarahkan untuk . .. .. . .. .
•  Meningkatkan pemahaman dan memperbaiki proses belajar
•  Mendorong prakarsa belajar siswa
•  Mempreskripsikan strategi yang optimal
•  Kondisi membelajarkan siswa simultan
•  Memudahkan proses internal yg belajar
•  Menjadikan Belajar lebih efektif, efisien, dan menarik


PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN SEHARUSNYA

•  Merefleksikan tentang apa yang kita ketahui tentang bagaimana terjadinya proses belajar
•  Belajar merupakan proses interaktif dan sistem yang kompleks
•  Pemusatan belajar dapat menjadi luas dan interdisipliner
•  Kurikulum memberi ruang kepada sikap, persepsi, dan kebiasaan mental dalam memfasilitasi belajar
•  Pendekatan pembelajaran lebih berpusat pada siswa
•  Gunakan pengetahuan dan reasoning yg kompleks lebih bermakna dari pada menghafal informasi.

PENDIDIKAN DI ERA TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI
•  Era teknologi informasi & komunikasi menyebabkan ketidakselarasan pendidikan dengan tuntutan kebutuhan siswa dan masa depan
•  Penguasaan teknologi informasi & komunikasi menjadi literasi dasar (di samping baca-tulis-hitung)
•  Sekolah/ pendidikan bukan lagi sebagai satu-satunya pangkalan ilmu pengetahuan
•  Proses pendidikan bergeser dari pendekatan konvensional ke arah multi sumber
•  Kesenjangan antara school knoledge dan out of school knowledge semakin lebar Apakah para guru bisa menjadi manajer pembelajaran dengan menempatkan siswa menjadi klien, sama seperti klien pengacara atau profesi lain ?

PRAKTIKKAN SAJA

•  Anda belajar berbicara dengan berbicara
•  Anda belajar berjalan dengan berjalan
•  Anda belajar stir mobil dengan berkendara
•  Anda belajar mengetik dengan mengetik
•  Anda belajar paling baik adalah dengan mempraktikkan
•  Anda belajar memecahkan masalah dengan mempraktikkan memecahkan masalah
•  Anda belajar menulis, dengan anda mempraktikan menulis.

Demokratisasi Pengembangan Kurikulum


KURIKULUM, PENGERTIAN DAN MACAM-MACAMNYA

           Mau dibawa ke mana anak-anak oleh sekolah, siapa yang paling berhak menentukan arah dan kebijakan sekolah. Ini merupakan pertanyaan-pertanyaan mendasar dalam penyelenggaraan
sekolah, dalam sistem atau pendekatan apa pun. Semangat demokratis dalam penyelenggaraan
sekolah akan menginspirasi bahwa public sekolah memiliki hak yang sangat kuat dan sangat besar dalam penetapan arah kebijakan kurikulum sekolah, barangkali sama kuatnya dengan pemerintah sendiri, karena client sekolah adalah publiknya dan pemerintah yang juga dalam konteks lain sebagai user, bukan terbatas dalam aspek penerimaan tenaga kerja pada instansi pemerintah saja, tapi lapangan kerja secara lebih luas di semua sector, pertanian, industri, jasa atau lainnya, di dalam negeri maupun di luar negeri. Semakin kompetitif SDM bangsa, maka akan semakin meningkat dignity bangsa tersebut di hadapan bangsa-bangsa lainnya.
Sebaliknya semakin merosot daya saingnya, maka akan semakin menurun pula nation dignity-nya. Dengan demikian, public sekolah dan pemerintah sama-sama memiliki kepentingan dalam penetapan arah dan pendidikan anak-anak di sebuah sekolah.
Kurikulum merupakan inti dari sebuah sekolah, karena kurikulumlah yang mereka tawarkan pada publiknya, dengan dukungan SDM guru berkualitas, serta sarana sumber belajar lainnya yang memadai.
          Diskursus tentang kurikulum masih terus berjalan, apakah kurikulum itu hanya bermakna Cource Out Line atau GBPP, atau mencakup seluruh pengalaman yang diberikan pada anak dalam proses pendidikannya oleh guru.
          Dalam konteks ini Ronald C. Doll menjelaskan bahwa kurikulum sudah tidak lagi bermakna sebagai rangkaian bahan yang akan dipelajari serta urutan pelajaran yang akan dipelajari siswa, tapi seluruh pengalaman yang ditawarkan pada anak-anak peserta didik di bawah arahan dan bimbingan sekolah. Pengalaman yang diperoleh siswa dari program-program yang ditawarkan sekolah amat variatif, tidak sebatas hanya pembelajaran di dalam kelas, tapi juga lapangan tempat mereka bermain di sekolah , kantin, dan bahkan bis sekolah.
        Semua itu memberikan kontribusi pengembangan siswa, yang mempengaruhi perubahan-perubahan pada mereka. Sesuai pengertian di atas, maka kurikulum, sebagaimana dikemukakan Sukmadinata memiliki beberapa karakteristik. yaitu:

1.  Kurikulum sebagai suatu substansi, yakni bahwa kurikulum adalah sebuah rencana kegiatan belajar para siswa di sekolah, yang mencakup rumusan-rumusan tujuan, bahan ajar, proses kegiatan
pembelajaran, jadwal dan evaluasi hasil belajar. Kurikulum tersebut merupakan sebuah konsep yang
telah disusun oleh para ahli dan disetujui oleh para pengambil kebijakan pendidikan serta masyarakat sebagai user dari hasil pendidikan.

2.  Kurikulum sebagai sebuah sistem, yakni bahwa kurikulum merupakan rangkaian konsep tentang berbagai kegiatan pembelajaran yang masing-masing unit kegiatan memiliki keterkaitan secara koheren dengan lainnya, dan bahwa kurikulum itu sendiri memiliki keterkaitan dengan semua unsure dalam ssistem pendidikan secara keseluruhan.

3.  Kurikulum merupakan sebuah konsep yang dinamis, yakni bahwa kurikulum merupakan konsep
yang terbuka dengan berbagai gagasan perubahan serta penyesuaian-penyesuaian dengan tuntutan
pasar atau tuntutan idealisme pengembangan peradaban umat manusia.
         Bersamaan dengan itu, Allan A. Glatthorn juga menjelaskan tiga variable penting dalam pengelolaan dan pengembangan sekolah, dan menjadi bagian integral dari hidden curriculum yaitu:
1.  Variabel organisasi
2.  Variabel sistem social
3.  Variabel budaya
a.  Rumusan tujuan sekolah yang jelas dan dapat dipahami oleh semua unsurnya, sebagai hasil
konsensus antara pengelola adminsitrasi dan guru.
b.  Pengelola administrasi memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap guru dan begitu juga sebaliknya, guru memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap tenaga administrasi.
c.  Pengelola administrasi dan guru memiliki ekspektasi yang baik terhadap para siswa yang
diartikulasikan dengan penguatan pelayanan akademik pada mereka.
d.  Pemberian hadiah terhadap mereka yang mencapai prestasi terbaik, dan pemberian hadiah serta
hukuman yang dilakukan secara fair dan konsisten kepada para siswa


 
Gambar 1
 Tentang Model Perumusan Kurikulum Yang Relevan 
Untuk Dikembangkan 
(Adaptasi Dari Westmeyer)



 Gambar 2
 Bidang-Bidang Yang Mempengaruhi Keputusan Kurikulum
(Adaptasi Wiles-Bondi).



Gambar 3
Taksonomi Pilihan Kurikulum.
 Pilihan Eclectic
Aliran ini dikembangkan teritama oleh Ralph Tyler dalam bukunya Basic Principles of Curriculum and Instructions, yang mengembangkan empat pertanyaan dalam penyusunan kurikulum, yaitu:

1.  Apa tujuan pendidikan yang hendak dicapai sekolah?

2.  Bagaimana mengembangkan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan?

Concern Filosofi dan Tujuan Sistem Pembelajaran Pendidikan Guru Manajemen Pembelajaran
Perenialisme  Esensialisme  Progresifisme  Rekonsitruksionisme   Rasionalisme  Perkembangan  Kurikulum  Rekonstruksi  Aktualisasi   Akademis  Proses Kognitif  Sbg Teknologi  Sosial  Diri
Bercorak  Bercorak  Bercorak  Bercorak  Bercorak   Klasikal  Disiplin  Analitis  Futuristik  Psichological  Humanistik Humanistik

3.  Bagaimana mengembangkan pengalaman belajar yang efektif dalam proses pembelajaran?

4.  Bagaimana proses pembelajaran efektif itu bisa dievaluasi?


KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI,APA, MENGAPA, DAN BAGAIMANA? 


              Bergulirnya UU No. 22 tahun 1999 membawa perubahan banyak pada kebijakan berbagai sector pembangunan, dan salah satunya adalah sector penddikan yang menjadi bagian dari sector-sektor yang diotonomisasikan pada daerah. Kajian dan pembahasan tentang otonomisasi sector pendidikankemudian memunculkan sebuah paradigma baru, karena jika pengalihan otoritas pemerintah pusat pada daerah, maka pemerintah daerah akan menjadi serta kinerja para pelaksanaan dan pengelola pendidikan di tingkat sekolah. Oleh sebab itu, kebijakan yang cukup cerdas dan kini telah bergulir di daerah-daerah dalam rangka implementasi otonomi dalam pengelolaan pendidikan adalah, menugaskan pemerintah daerah untuk memfasilitasi program perluasan serta pengembangan dan peningkatan kualitas pendidikan, sementara berbagai kebijakan akademisnya, baik dimensi pengembangan kurikulum maupun pengelolaan berbagai aspek operasional pendidikan, menjadi tugas dari setiap unit sekolah.
               Dengan demikian, otonomi pendidikan, pada aspek-aspek akademik, inisiasi pengembangan networking horizontal, serta peningkatan kinerja tenaga kependidikan dan layanan administrasi pendidikan, berada pada tingkat sekolah yang difasilitasi oleh pemerintah daerah.

1.  Apa itu Kurikulum Berbasis Kompetensi
Kalau Doll mendefinisikan bahwa kurikulum itu adalah seluruh pengalaman yang ditawarkan pada
peserta didik di bawah arahan dan bimbingan sekolah, lalu apakah KBK juga mempunyai definisi
yang sama, karena intinya juga kurikulum, hanya aksentualisasinya saja yang berbeda. Siskandar
kepala pusat kurikulum Depdiknas mengemukakan, bahwa kurikulum berbasis kompetensi tiada lain adalah pengembangan kurikulum yang bertitik tolak dari kompetensi yang seharusnya dimiliki siswa setelah menyelesaikan pendidikan, yang meliputi pengetahuan, keterampilan, nilai dan pola berpikirserta bertindak sebagai refleksi dari pemahaman dan penghayatan dari apa yang telah dipelajari siswa. Demikian pula dengan Abdurrahman Saleh, dia menyatakan bahwa kurikulum berbasis kompetensi adalah perangkat standar program pendidikan yang dapat mengantarkan siswa untuk menjadi kompeten dalam berbagai bidang kehidupan yang dipelajarinya. Bertitik tolak dari pandangan tersebut, maka pembahasan KBK terbatas pada pertimbangan penyusunan struktur kurikulum serta silabus dari setiap subjek mata pelajaran, termasuk berbagai kegiatan pembelajaran yang merupakan implikasi dari penekanan KBK tersebut. Dengan demikian, kompetensi merupakan pusat perhatian dalam perancangan kurikulum, berbagai kebijakan pusat perhatian dalam perancangan berbagai aktivitas belajar lainnya, mengikuti arah dan tujuan dari pembinaan kompetensi-kompetensi yang diharapkan. Lalu apa sebenarnya kompetensi itu. Siskandar mengemukakan, bahwa kompetensi itu adalah pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.
          Demikian pula dengan rumusan yang dikemukakan dalam buku standar kurikulum nasional
pendidikan keagamaan, bahwa kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang
direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Dan kebiasaan-kebiasaan itu harus mampu
dilaksanakan secara konsisten dan terus-menerus, serta mampu untuk melakukan penyesuaian-
penyesuaian dengan berbagai perubahan yang terjadi dalam kehidupan,baik profesi, keahlian,
maupun lainnya. Kemudian, perumusan kompetensi dalam kurikulum juga harus memenuhi beberapa aspek penting, yaitu:
a.  Kompetensi tersebut harus dapat didefinisikan secara jelas dalam standar yang dapat dicapai serta
performance yang terukur.
b.  Kompetensi itu harus memiliki konteks, apakah konteks profesionalisme yang memerlukan
keahlian-keahlian tertentu, keterampilan yang digunakan dalam lapangan pekerjaan, kompetensi
komunikasi global, atau kompetensi akademik untuk studi lanjut.
c.  Kompetensi merupakan learning outcome yang mendeskripsikan apa yang dapat dibuat
seseorang setelah melalui proses pembelajaran.
d.  Terkait dengan itu, maka kompetensi juga harus mendeskripsikan proses pembelajaran yang
harus dilalui siswa untuk mencapai kompetensi harapan.

2.  Mengapa Kurikulum Berbasis Kompetensi
Setiap kurikulum disusun dengan end-product berbagai kompetensi, termasuk kurikulum 1994, dan kurikulum-kurikulum sebelumnya, hanya saja pada kurikulum-kurikulum tersebut rumusan
kompetensi diformat dalam bentuk rumusan tujuan, yang disusun secara hierarkis dari tujuan
nasional, institusional, tujuan kurikuler, tujuan pembelajaran umum dan khusus. Kompetensi terlihat dalam rumusan tujuan pembelajaran khusus yang akan terakumulasi menjadi tujuan pembelajaran umum, dan seterusnya sampai tujuan nasional. Rangkaian isi tujuan pada masing-masing tahap itu berisi berbagai rumusan kompetensi yang diharapkan sebagai hasil pembelajaran.
Kendati demikian, ada beberapa perbedaan distingtif antara kurikulum 94 dengan kurikulum berbasis kompetensi, yaitu:
a.  Kurikulum 94 disusun oleh pemerintah pusat melalui departemen pendidikan nasional (dulu
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan), dan daerah hanya diberi kewenangan menyusun
kurikulum muatan local maksimal 20%. Sedangkan dalam KBK, pemerintah hanya menyusun
kompetensi standar, sementara elaborasi sylabus-nya diserahkan pada daerah, yang selanjutnya
diserahkan pada sekolah dengan para gurunya. Dan pada KBK, sekolah dengan para gurunya
juga memiliki otoritas, tidak hanya menyusun sekwensi kurikulum tersebut yang lebih sistematis
dan sistematik, namun mereka juga memiliki otoritas untuk memberikan penguatan-penguatan
content of learning, baik atas dasar pertimbangan penguasaan siswa, maupun dalam upaya
mengejar benchmark sekolahnya.
b.  Kurikulum  94 pendekatan pembelajaran dan pengembangan kurikulum berbasis tujuan dan
content, sedangkan pada KBK pengembangan kurikulum berbasis pada pengembangan
kompetensi.
Aspek-aspek lain yang juga menjadi cirri KBK dibandingkan dengan kurikulum 94 adalah:
a.  Sebagai konsekuensi perumusan kurikulum oleh pemerintah pusat, maka guru harus mampu
memahami strukturnya dengan baik, serta merancang penyampaiannya pada siswa. Untuk itu
semua, guru harus melakukan Analisis Materi Pelajaran (AMP) untuk melakukan penyesuaian
metode, alat dan waktu yang diperlukan untuk melakukan proses pembelajaran, serta diikuti
dengan penyusunan Program Satuan Pelajaran (PSP) dan Rencana Pembelajaran (RP).
Sedangkan dalam kurikulum berbasis kompetensi, guru harus merancang silabus yang relevan
dengan kompetensi yang diharapkan, serta menetapkan strategi pembelajaran dan penugasan-
penugasan pada siswa.
b.  Dalam proses pembelajaran, kurikulum 94 juga pada hakikatnya menuntut siswa lebih aktif untuk melakukan proses pembelajaran dan menjadikan sekolah sebagai center for learning bukan center for teaching. Akan tetapi, implementasi active learning yang semata bertumpu pada lembar kerja siswa (LKS), proses pembelajaran menjadi sangat monoton dan kurang menyenangkan, serta
kurang memberi ruang bagi siswa untuk mengartikulasikan diri sehingga memperoleh pengakuan
lingkungannya. Oleh sebab itu, KBK active learning akan menjadi aksentuasi dengan perluasan
pada model cooperative dan collaborative learning yang perancangan strategi serta sistem
penilaiannya dibicarakan dengan siswa yang dituangkan dalam bentuk kontrak belajar, sehingga
proses pembelajaran berjalan secara demokratis, dan menjangkau seluruh ranah yang diharapkan
dalam proses pembelajaran.
c.    Demikian pula dengan penilaian; pada periode keberlakuan kurikulum 94, penilaian lebih
menekankan aspek kognitif dengan akumulasi antara nilai formatif, sumatif, sub-sumatif, serta
prosedur tes lainnya. Sementara pada kurikulum berbasis kompetensi penilaian harus dilakukan
secara variatif dan holistic tergantung kompetensi yang harus dicapainya. Untuk kompetensi
kognitif penilaian kognitif dengan menggunakan instrument tes, sedangkan kompetensi afektif
harus diukur dengan instrument pengukuran sikap yang di asses dengan instrument non-tes,
sementara adaptasi pengetahuan pada kebiasaan dinilai dengan instrument-instrumen observasi,
portofolio, serta model penilaian lainnya.


Gambar 4
Struktur Kompetensi Dalam KBK

Gambar 5
 Pola Hubungan Kerja Unsur-Unsur Pendukung 
Kurikulum Berbasis Kompetensi
Antara Satu Dengan Lainnya
 Sedangkan penilaian berbasis kelas adalah penilaian yang dilakukan guru terhadap kemajuan siswa dalam mencapai kompetensi yang diharapkan dan telah ditetapkan dalam kurikulum. Penilaian tersebut perlu dilakukan untuk memastikan bahwa siswa telah mengalami banyak perubahan sebagai hasil dari proses pembelajarannya.

Penilaian dilakukan secara individual dengan signifikansi sebagai berikut:
1.  Untuk mendiagnosis kekuatan dan kelemahan dari masing-masing siswa.
2.  Untuk memonitor kemajuan siswa.
3.  Menilai efektivitas proses pembelajaran. 
4.  Menilai efektivitas proses pembelajaran.




Gambar 6
Rangkaian Kegiatan Menuju Pola Belajar Tuntas Dikutif 

Sementara itu, untuk pengembangan kurikulum ini, dalam prinsip KBK dikemukakan dalam buku kebijakan pengembangan kurikulum madrasah, bahwa pengembangan kurikulum itu harus dilakukan secara komprehensif dengan memperhatikan berbagai pendekatan sebagai berikut (Mapenda, 2003).
Gambar 7
Kewenangan Masing-Masing Unit
Adaptasi Dari Wiles


Gambar 8
 Aspek-Aspek Yang Harus Dianalisis Dalam Pengembangan Kurikulum Adaptasi Dari Westmeyer
 

Sekolah Demokratis

MENGAPA REFORMASI DALAM PENDIDIKAN

Memasuki abad ke-21, isu tentang perbaikan sektor pendidikan di Indonesia mencuat ke permukaan, tidak hanya dalam jalur pendidikan umum, tapi semua jalur dan jenjang pendidiikan, bahkan upaya advokasi untuk jalur pendidikan yang dikelola oleh beberapa departemen teknis, dengan tuntutan social equity sangat kuat yang tidak hanya disuarakan oleh Departemen terkait sebagai otoritas pengelola jalur pendidikan tersebut, tapi juga oleh para praktisi dan mengambil kebijakan dalam pembangunan sektor pembinaan sumber daya manusia, karena semua jenis, jalur dan jenjang pendidikan merupakan unsur-unsur yang memberikan kontribusi terhadap rata-rata hasil pendidikan secara nasional.
Dengan demikian, kelemahan proses dan hasil pendidikan dari sebuah jalur pendidikan akan mempengaruhi indeks keberhasilan pendidikan secara keseluruhan. Bersamaan dengan itu, di awal abad ke-21 ini, prestasi pendidikan di Indonesia tertinggal jauh di bawah negara-negara Asia lainnya, seperti Singapura,  Jepang, dan Malaysia. Bahkan jika dilihat dari indeks sumber daya manusia, yang salah satu indikatornya adalah sector pendidikan, posisi Indonesia kian menurun dari tahun ke tahun.  Padahal Indonesia kini sudah menjadi bagian dari masyarakat dunia yang sudah tidak bisa dihindari. Indonesia kini menjadi bagian dari kompetisi masyarakat dunia.  Jika tidak bisa menjadi pemenang, maka akan menjadi yang kalah serta tertinggal dari masyarakat lainnya, khususnya dalam meraih pasar dan peluang kesempatan kerja yang tidak dibatasi oleh garis wilayah kenegaraan, tapi bergerak kian meluas, dan kini dimulai dari wilayah Asia Tenggara yang akan terus bergerak menjadi wilayah dunia. Oleh sebab itu, penyiapan sumber daya manusia yang berkualitas, kompetitif serta memiliki berbagai keunggulan komparatif menjadi sebuah keharusan yang mesti menjadi perhatian dalam sektor pendidikan. 

Terkait dengan persoalan serta pandangan di atas, ada beberapa pemikiran tentang pengembangan
konteks pendidikan ke depan dalam memasuki abad ke-21 yang membawa berbagai problematika
ekonomi, sosial dan politik sebagaimana telah dikemukakan di atas. Pemikiran-pemikiran tersebut adalah, sebagai berikut:

1.  Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta informasi membuat bahan-bahan ajar yang harus disampaikan dalam proses pendidikan menjadi sangat banyak, dan bisa dikhawatirkan akan membuat stagnasi pengembangan ilmu dan peradaban, khususnya pada level pendidikan tinggi. Olehsebab itu, struktur program pendidikan tinggi harus mampu memberikan jaminan pemberian reward dan insentif yang memadai untuk pengembangan ilmu dan teknologi pada level pendidikan tinggitersebut, sehingga temuan-temuan baru dalam bidang sains dan teknologi terus bertambah, danperadaban terus meningkat.

2.  Perkembangan teknologi akan terjadi terus-menerus dan bisa terjadi dalam percepatan yang tingi di
berbagai negara yang berbeda-beda, dan akan mempengaruhi perkembangan ekonomi melaluiindustri dan jasa. Oleh sebab itu, pendidikan harus mampu menjembatani antara sektor kerja dengankemajuan ilmu dan teknologi tersebut, melalui updating skill dan keterampilan serta berbagai temuanbaru yang harus dikuasai oleh pekerja yang terkait dengan kemajuan ilmu dan teknologi.

3.  Perubahan demografis akan terjadi di mana-mana dan akan membawa implikasi pada distribusi penduduk berdasarkan usia. Di negara-negara tertinggal akan memiliki indeks kelahiran yang tinggi. Dengan demikian, angka usia sekolah dasar juga tinggi, dan akan terus meminta perhatian untuk memperoleh prioritas. Sementara di negara-negara maju, angka kelahiran cenderung menurun.  Dengan demikian,  pada decade-dekade awal di abad ke-21 ini,  negara-negara maju akan kekurangan  usia angkatan kerja, sementara angka pension konstan atau mungkin meningkat, dan membutuhkan  jaminan social dan kesehatan. Dengan demikian, negara-negara maju akan terus meningkatkan pendapatan negaranya melalui sector pajak dari sektor usaha jasa agar tetap bisa memberi jaminan bagi mereka yang pension, namun pada saat yang sama, negara maju akan sangat bergantung pada negara berkembang atau negara tertinggal, untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja. Oleh sebab itu, negara-negara berkembang harus merancang outcome pendidikannya agar bisa memasuki pasar global untuk angkatan tenaga kerja, mereka harus memiliki skill dan keterampilan, menguasai bahasa komunikasi global, dan memahami kultur negara-negara yang akan dikunjunginya.

4.  Negara-negara terus akan menjadi saling ketergantungan satu dengan lainnya, yang tidak saja dalam
sector ekonomi dengan dibukanya pasar uang di setiap negara, tapi juga sector politik dan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh sebab itu, pendidikan harus mampu membuka cakrawala globaltersebut, dan mampu mengarahkan sikap-sikap multikulturalisme, yang harus mereka miliki ketika akan memasuki pasar tenaga kerja di dalam maupun di luar negeri.

5.  Kemajuan ilmu dan teknologi yang mendorong kemajuan sector ekonomi dengan keterbukaan pasar
secara global, akan membawa implikasi terbentuknya masyarakat dunia baru. Pendidikan harus mampu mendesain masyarakat tersebut sebagai masyarakat humanis, cinta lingkungan, memelihara kestabilan ekosostem, antidrug, dan senantiasa hidup sehat.

Pandangan dan analisis di atas setidaknya merefleksikan beberapa faktor penting yang mendasari
pentingnya reformasi pendidikan, yaitu:

1.  Kegagalan pendidikan yang telah dilalui beberapa tahun silam dengan indicator rendahnya kualitas
rata-rata hasil belajar siswa yang akan memasuki jenjang perguruan tinggi.

2.  Perkembangan perekonomian dunia yang membuka akses pasar global, yang harus dihadapi dengan
kesiapan kualitas SDM kompetitif.

Di samping, itu ada beberapa analisis rational mengapa reformasi pendidikan itu mutlak dilakukan dalam menghadapi era globalisasi di abad ke-21, dengan mengadaptasi terhadap argument-argumen William J. Mathis dari Vermont University (Mathis, 1994): 12-19), yaitu:

1.  Perubahan pola pikir masyarakat akibat demokratisasi yang terus berpenetrasi pada seluruh aspek
kehidupan, sehingga sekolah harus mampu memberikan layanan kepada masyarakat konstituennya
secara fair, karena mereka adalah stakeholder-nya, dan sekaligus client dari sekolah tersebut.
Masyarakat adalah kontributor terhadap sekolah (tidak terkecuali sekolah negeri, karena budgeting
sekolah negeri dari anggaran pemerintah, yang juga adalah uang dari rakyat), dan mereka memiliki
hak untuk dilayani.

2.  Perubahan dunia yang sangat cepat, dan para siswa harus dipersiapkan untuk menghadapi berbagai
perubahan tersebut, tidak hanya dalam aspek kemampuan komunikasi, tapi juga kecakapan dan
kemampuan penyesuaian diri  dengan perubahan-perubahan tersebut. Tantangan ke depan adalah
keragaman permintaan pasar, dan sekolah harus mampu mempersiapkan orang-orang yang akan
mengisi kebutuhan tersebut. Sumber daya manusia yang diserap sekolah juga membawa keragaman
tersebut. Dengan demikian tidak fair kalau semua siswa harus memiliki hanya satu keterampilan yang
sama, dan jika terjadi, itu merupakan tragedy dalam masyarakat demokratis, karena masyarakat
demokratis menghargai keragaman.

3.  Kemajuan teknologi dalam semua sektor industri dan pelayanan jasa akan kian menggeser posisi
manusia. Kecanggihan alat-alat teknologi semakin mengefisiensikan proses industri dan layanan jasa.
Dengan demikian, pendidikan harus mempersiapkan SDM agar tidak tergeser oleh alat-alat modern
itu, tapi justru menjadi bagian dari kemajuan-kemajuan tersebut.

4.  Penurunan standar hidup, yakni bahwa pada generasi sebelum mereka, cadangan natural resource
sangat kuat, dan seluruh umat manusia terpenuhi berbagai kebutuhan hidupnya oleh cadangan alam
semesta. Pada generasi mereka, cadangan tersebut akan semakin menipis dan akan semakin habis.
Dengan demikian akan terjadi penurunan standar hidup dan mereka harus diberitahu tentang
kemungkinan-kemungkinan tersebut, yang bisa diatasi dengan penemuan-penemuan teknologi baru,
serta dengan adanya kerjasama global antar satu bangsa dengan lainnya. Inilah intinya kehidupan
demokratis dengan penguatan jaringan antar bangsa.

5.  Perkembangan ekonomi akan semakin mengglobal, berbagai perusahaan yang berkantor pusat di
Amerika atau jepang misalnya, memiliki kantor-kantor perwakilan di berbagai negara melalui
kerjasama investasi bersama pengusaha lokalnya masing-masing. Ini adalah trend perkembangan
ekonomi global ke depan, yang harus diketahui oleh para siswa sebagai sebuah kenyataan yang tidak
mungkin dihindari.

 6.  Peranan wanita semakin kuat, posisi wanita tidak lagi marginal. Mereka memiliki hak dan peluang
yang sama dalam karir dan pekerjaan dengan pria. Tidak ada diskriminasi pekerjaan atas dasar
gender.

7.  Pemahaman doktrin keagamaan kian terbuka dan inklusif. Agama tidak menjadi penghalang
kemajuan, tapi justru mendorong perubahan-perubahan untuk perbaikan.

8.  Peran media massa yang terus menguat, baik dalam mensosialisasikan berbagai perubahan social,
mengkritik berbagai kebijakan maupun sebagai media untuk memperoleh berbagai hiburan alternative atau sumber informasi tambahan, melalui berbagai program televise, yang semuanya bisamenjadi kontributor pendidikan yang positif, dan bisa juga menjadi kendala yang negative bagiprogram-program pendidikan.

Pengembangan sekolah menuju model sekolah demokratis ini relevan untuk dilakukan karena berbagai argumentasi, yang secara garis besar dapat dikategorisasi menjadi dua, yaitu tipologi sekolah abad ke-21, dan model pembelajaran yang sesuai. Dalam konteks pertama, Lyn Haas (haas, 1994) menjelaskan, bahwa sekolah-sekolah sekarang harus dapat memenuhi beberapa kualifikasi ideal, yaitu:

1.  Pendidikan untuk semua; yakni semua siswa harus memperoleh perlakuan yang sama, memperoleh pelajaran sehingga memperoleh peluang untuk mencapai kompetensi keilmuan sesuai batas-batas kurikuler, serta memiliki basis skill dan keterampilan yang sesuai dengan minat mereka, serta sesuai pula dengan kebutuhan pasar tenaga kerja. Paradigma yang memisahkan pendidikan akademik sebagai calon untuk memasuki pasar tenaga kerja, sudah tidak relevan lagi, karena perubahan yang menuntut masyarakat untuk menjadi bagian dari kontribusi untuk kemajuan.

2.  Memberikan skill dan keterampilan yang sesuai dengan kemajuan teknologi terkini, karena pasar
menuntut setiap tenaga kerjanya memiliki keterampilan penggunaan alat-alat teknologi termodern,
kemampuan komunikasi global, matematika, serta kemampuan akses pada pengetahuan.

3.  Penekanan pada kerjasama, yakni menekankan pada pengalaman para siswa dalam melakukan
kerjasama dengan yang lain, melalui penugasan-penugasan kelompok dalam proses pembelajaran,
sehingga mereka memiliki pengalaman mengembangkan kerjasama, karena trend pasar ke depan
adalah pengembangan kerjasama, baik antara perusahaan, atau antara perusahaan dengan masyarakat
dan yang lainnya, sehingga pengalaman mereka belajar akan sangat bermanfaat dalam artikulasi diri dilapangan profesi mereka.

4.  Pengembangan kecerdasan ganda; yakni bahwa para siswa harus diberi kesempatan untuk
mengembangkan multiple intelligence mereka, dengan memberi peluang untuk mengembangkan skill
dan keterampilan yang beragam, sehingga mudah melakukan penyesuaian di pasar tenaga kerja.

5.  Integrasi program pendidikan dengan kegiatan pengabdian pada masyarakat, agar mereka memilikikepekaan social.

Persoalan besar dalam UU No. 22 tahun 1999 adalah perubahan radikal dalam otoritas pengembangan pendidikan yang semula berada dalam kekuasaan pemerintah pusat melalui Depdiknasnya, kini terdelegasikan pada pemerintah daerah. Dan kini perubahan radikla tersebut memperoleh penguatan dengan diundangkannya UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), yang menegaskan dalam pasal 4 ayat 1 bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai cultural, dan kemajemukan bangsa. Poin penting dalam ayat ini adalah penegasan bahwa pendidikan diselenggarakan  secara demokratis, artinya, bahwa keterlibatan masyarakat dan otoritas pengelola serta institusi-institusi pendukungnya akan lebih besar daripada pemerintah pusat.Bersamaan dengan itu pula dalam pasal 9 dinyatakan bahwa masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan. Keikutsertaan masyarakat dapat diwujudkan dalam bentuk keterlibatan mereka dalam komite sekolah atau dewan pendidikan daerah. Komite sekolah berhak ikut serta dalam merumuskan perencanaan pendidikan, tidak saja dalam perencanaan makro tapi sampai pada kebijakan restrukturisasi kurikulum, walaupun dalam batas-batas gagasan besar dan tidak harus memasuki wilayah teknis, karena itu sudah menjadi otoritas guru dan kepala sekolahnya. Demikian pula dengan evaluasi keberhasilan sekolah.
Menurut pasal 9 di atas, masyarakat berhak untuk melakukan evaluasi terhadap sekolah, tidak saja dalam kerangka program pendidikan secara makro, tapi pada wilayah mikro, kebijakan pengembangan sekolah dalam semua aspeknya.  Kemudian pemerintah daerah juga diberi kewenangan oleh undang-undang sebagaimana dicantumkan dalam pasal 10 dinyatakan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah berhak men garahkan, membimbing, membantu dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan pada pasal 11 ayat 1 dan 2 dinyatakan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. Kemudian pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun.

PARADIKMA PENDIDIKAN DEMOKRATIS

          Reformasi bidang politik di Indonesia pada penghujung abad ke-20 M, telah membawa perubahan besar pada kebijakan pengembangan sector pendidikan, yang secara umumbertumpu pada dua paradigma baru yaitu otonomisasi dan demokratisasi. Undang-undangNomor 32  tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah telah meletakkan sektor pendidikan sebagai salah satuyang diotonomisasikan bersama sektor-sektor pembangunan yang berbasis kedaerahan lainnya, seperti kehutanan, pertanian, koperasi, dan pariwisata. Otonomisasi sektor pendidikan kemudian didorong pada sekolah, agar kepala sekolah dan guru memiliki tanggung jawab besar dalam peningkatan kualitas proses  pembelajaran untuk meningkatkan kualitas hasil belajar. Baik guru dan kepala sekolah, karena pemerintah daerah hanya memfasilitasi berbagai aktivitas pendidikan, baik sarana, prasarana, ketenagaan, maupun berbagai program pembelajaran yang direncanakan sekolah.
      Bersamaan dengan itu, pemerintah juga mengeluarkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989. Salah satu isu penting dalam undang-undang tersebut adalah pelibatan masyarakat dalam pengembangan sektor pendidikan, sebagaimana ditegaskan pada pasal 9 bahwa masyarakat berhak untuk berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan.
          Pasal ini merupakan kelanjutan dari pernyataan pada pasal 4 ayat 1 bahwa pendidikan di Indonesia diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan. Demokratisasi pendidikan merupakan implikasi dari dan sejalan dengan kebijakan mendorong pengelolaan sector pendidikan pada daerah, yang implementasinya di tingkat sekolah. Berbagai perencanaan pengembangan sekolah, baik rencana pengembangan sarana dan alat, ketenagaan, kurikulum serta berbagai program pembinaan siswa, semua diserahkan pada sekolah untukmerancangnya serta mendiskusikannya dengan mitra horizontalnya dari komite sekolah.
         Terkait dengan demokratisasi penyelenggaraan sekolah ini, setidaknya ada tiga aspek yang menjadi pusat perhatian dalam kajian ini, yakni demokratisasi dalam penyusunan, pengembangan dan implementasi kurikulum di sekolah, demokratisasi dalam proses pembelajaran sejak penyiapan program pembelajaran, sampai implementasi proses pembelajaran dalam kelas dengan memberikan perhatian pada aspirasi siswa, tidak mengabaikan mereka yang lamban dalam proses pemahaman, dan tidak merugikan mereka yang cepat dalam pemahaman bahan ajar. Semua memperoleh pelayanan yang proporsional, dan semua harus berakhir dengan batas minimal pencapaian kompetensi sesuai angka yang ditetapkan bersama dalam koridor mastery learning.
           Kemudian, semua upaya demokratisasi tersebut juga tidak akan efektif membawa berbagai perubahan tanpa didukung dengan pola pengelolaan sekolah yang sesuai. Oleh sebab itulah, model manajemen yang harus dikembangkan dalam konteks demokratisasi sekolah tersebut adalah manajemen yang demokratis, yang memperbesar pelibatan teamwork dalam proses pengambilan putusan, perencanaan program, pendistribusian tugas dan wewenang, serta perubahan paradigma dalam menilai produktivitas kerja setiap unsur dalam organisasi sekolah, dengan orientasi  kepuasan pelanggan.
           Demokratisasi dalam kurikulum dan proses pembelajaran tidak akan berjalan dengan baik bila polapengelolaan sekolahnya otokratis, sentralistik dan kurang aspiratif serta kurang pelibatan mitra horizontal sekolah. Usulan-usulan kreatif guru akan selalu tersandung oleh aturan-aturan birokrasi dan kekuasaan vertikal.
         Oleh sebab itu, demokratisasi kurikulum dan pembelajaran harus diimbangi dengan demokratisasi dalam pengelolaan dan manajemen sekolah, dengan pelibatan seluruh unsur dalamorganisasi sekolah tersebut, bahkan dalam batas-batas tertentu, juga melibatkan client dan user sekolah, khususnya dalam evaluasi dan pengembangan kurikulum, serta upaya-upaya mengimplementasikan berbagai program dan gagasan cerdas pengembangan sekolah.
         Praktik sekolah demokratis ini tentu memerlukan pelibatn. Dalam konteks assessment kurikulum,pelibatan aspiratif untuk menjaring berbagai gagasan pengembangan, bisa dilakukan pada semua levelsekolah. Akan tetapi, dalam konteks pelibatan siswa dalam pengembangan proses pembelajaran, masihbelum secara totalitas dikembangkan secara demokratis, khususnya untuk level sekolah dasar danprasekolah, walupun berbagai penelitian di negara maju telah dicobakan sampai pada level taman kanak-kanak.

Wednesday, September 18, 2013

KELOMPOK ILMIAH REMAJA (KIR) DI SEKOLAH

Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) adalah kelompok remaja yang melakukan serangkaian kegiatan yang menghasilkan suatu hasil yang disebut karya ilmiah. Karya ilmiah itu sendiri mempunyai arti sebagai suatu karya yang dihasilkan melalui cara berpikir yang menurut kaidah penalaran yang logis, sistematis, rasional dan ada koherensi antar bagian-bagiannya. Sebagai suatu kegiatan ekstrakurikuler di tingkatan SLTP, SMU, SMK, Madrasah bahkan Pondok Pesantren, Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) ini merupakan suatu organisasi yang sifatnya terbuka bagi para remaja yang ingin mengembangkan kreativitas, ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa kini maupun masa mendatang. Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) atau Youth Science Club (YSC) awalnya dibentuk untuk remaja yang berusia sekitar 12-18 tahun oleh UNESCO pada tahun 1963, tetapi pada tahun 1970 batasan umur tersebut dirubah menjadi 12-21 tahun. Youth Science Club (YSC) di Indonesia dikenal dengan nama Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) yang terbentuk atas inisiatif remaja Indonesia sendiri.

Diawali pada tahun 1969, Koran Harian Berita Yudha membentuk Remaja Yudha Club (RYC). Selanjutnya setelah difasilitasi oleh LIPI dan mengalami berbagai perkembangan, Remaja Yudha Club berubah menjadi Kelompok Ilmiah Remaja (KIR). Tujuan yang harus dicapai oleh anggota KIR secara individual adalah pengembangan sikap ilmiah, kejujuran dalam memecahkan gejala alam yang ditemui dengan kepekaan yang tinggi dengan metode yang sistematis, objektif, rasional dan berprosedur sehingga akan didapatkan kompetensi untuk mengembangkan diri dalam kehidupan.

Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) yang dikembangkan di sekolah mempunyai berbagai manfaat bagi siswa, guru pembibing maupun bagi sekolah, antara lain sebagai berikut.

1. Manfaat Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) bagi siswa adalah

a. Membangkitkan rasa ingin tahu terhadap fenomen alam yang berhubungan dengan iptek;

b. Meningkatkan daya nalar terhadap fenomen-fenomena alam;

c. Meningkatkan data kreasi dan daya kreatif serta daya kritis;

d. Menambah wawasan terhadap iptek;

e. Meningkatkan keterampilan menguasai iptek;

f. Meningkatkan minat baca terhadap iptek;

g. Memperluas wawasan komunikasi melalui pengalaman diskusi, debat dan presentasi ilmiah;

h. Mengenal cara-cara berorganisasi;

i. Sebagai wahana untuk menempa kematangan sikap dan kepribadian;

j. Mengenal sifat-sifat ilmiah, jujur, optimis, terbuka, pemberani, toleransi, kreatif, kritis, dan skeptis;

k. Sebagai ajang uji coba prestasi dan prestise;

 l. Membuka kesempatan untuk mendapatkan prioritas melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.

2. Manfaat Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) bagi guru pembimbing adalah

a. Menambah wawasan ilmu pengetahuan secara luas;

b. Menambah keterampilan membimbing kelompok ilmiah remaja;

 c. Meningkatkan rasa ingin tahu terhadap iptek;

d. Meningkatkan minat baca terhadap iptek;

 e. Menambah pengetahuan dalam menunjang kegiatan belajar mengajar di sekolah;

f. Mengenal sikap-sikap dan perkembangan pribadi-pribadi siswa lebih mendalam;

g. Meningkatkan kesejahteraan hidup.


3. Manfaat Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) bagi sekolah adalah

a. Memberikan nilai tambah dan nilai unggulan kompetitif bagi sekolah;

b. Menambah keterampilan dalam mengelola dan mengembang-kan sekolah;

c. Memperluas hubungan kerja sama dengan instansi lainnya;meningkatkan situasi dan kondisi seklah yang kondusif untuk belajar;

d. Menambah fungsi sekolah lanjutan/menengah sebagai tempat pengembangan riset/penelitian.

 STRUKTUR ORGANISASI KIR SEKOLAH (UMUM) MEMBENTUK KIR DI SEKOLAH

Ada beberapa hal yang harus dijadikan bahan pertimbangan dalam membentuk Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) di Sekolah, diantaranya adalah waktu kegiatan KIR. Karena Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) merupakan kegiatan di luar jam pelajaran sekolah maka, kita harus cerdik dalam menentukan waktu kegiatan, baik untuk kegiatan yang memerlukan waktu yang panjang maupun waktu yang pendek. Setelah itu baru membentuk kelengkapan organisasi seperti kepengurusan, program kerja, pembimbing maupun penerimaan anggota, yang harus disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan di sekolah masing-masing.

MACAM KEGIATAN KIR

 Kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi KIR pada prinsipnya harus tidak mengganggu kegiatan akademik, dan diharapkan menuju pada profesionalisme. Berbagai kegiatan yang dilakukan oleh KIR agar lebih bervariasi terbentuk dalam dua skala, yaitu skala besar dan skala kecil. Adapun skala besar adalah seperti, pertemuan ilmiah, penataran dan pelatihan serta perkemahan dan wisata ilmiah. Sedangkan untuk skala kecil seperti, aktivitas keadminstrasian, aktivitas penerangan, pelaksanaan penelitian, presentasi karya dan aplikasi karya.

PENDANAAN KIR DI SEKOLAH

 Masalah pendanaan yang kerap kali dijadikan perhatian khusus, dapat digali dengan kerja sama bersama sponsorship, dan dapat juga dianggarkan dalam Rencana Anggaran Belanja Sekolah (RABS), dari alumni/alumna maupun persatuan orang tua siswa serta swadaya anggota melalui iuran anggota. Jadi, apabila ada komitmen yang kuat untuk menciptakan iklim ilmiah melalui kelompok ilmiah remaja, dapat dibangun kerangka yang cukup kuat secara perlahan dan pasti untuk mengatasi masalah pendanaan. Pembinaan KIR Di Sekolah

MEMBINA KEGIATAN MENULIS BAGI REMAJA

 Kegiatan menulis ilmiah merupakan suatu kegiatan yang oleh sebagian remaja diangap sulit, tetapi bukan berarti hal tersebut tidak dapat dipelajari.
 Beberapa faktor yang dirasa menghambat remaja dalam menciptakan suatu karya tulis adalah

1. Merasa diri tidak mampu untuk menulis,

2. Takut salah atau disepelekan orang lain,

3. Tidak berani menanggung resiko,

4. Penyakit malas menulis, dan

5. Menutup diri dari pengalaman dan gagasan baru.

Akan tetapi semua permasalahan dalam menciptakan suatu karya tulis diatas dapat diatasi dengan langkah sebagai berikut,

1. Mulailah mencoba menulis sejak sekarang,

2. Tentukan sasaran dan batas waktu penulisan,

3. Hilangkan sikap membuat tulisan asal jadi dan merasa cepat puas,

4. Yakinkan diri bila Anda mampu menulis seperti orang lain,

5. Jangan mudah putus asa jika mendapatkan kritik, dan 6. Pahamilah bahwa menulis sebagai suatu proses kreatif.

 KURIKULUM

 Perkembangan organisasi atau Kelompok Ilmiah Remaja dapat terus bertahan karena dipengaruhi beberapa hal, antara lain kurikulum, kebijaksanaan sekolah, pendanaan, kerjasama dengan institusi-institusi, dan sosialisasi hasil penelitian. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang kini menggantikan Kurikulum 1994 lebih berorientasi kepada peserta didik daripada guru. Meskipun begitu, KBK tetap mengarahkan guru sebagai pengajar yang mandiri. Yang mana hal tersebut memberi dorongan dan kesempatan guru untuk memiliki krestivitas dan fleksibilitas dalam pengajaran, sehingga mengajak peserta didik untuk berdiskusi, kritis dan bereksplorasi sesuai dengan pengalaman hidupnya sendiri-sendiri. Maka, kemampuan tersebut dapat menjadi modal dasar untuk mengembangkan peserta didik dalam kegiatan-kegiatan kelompok ilmiah remaja.

VISI, FUNGSI, TUJUAN KOMPETENSI ORGANISASI

Visi pengajaran sains di sekolah dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah mempersiapkan siswa yang haus akan sains dan teknologi, untuk memahami dirinya dan lingkungan sekitarnya.
Adapun fungsi dari pengajaran sains adalah menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Mahakuasa; pengembangkan keterampilan, sikap, dan nilai ilmiah; serta menguasai konsep sains untuk bekal hidup di masyarakat. Sedangkan tujuannya adalah agar siswa memiliki pengetahuan dan metode ilmiah; memiliki engetahuan dan keterampilan menerapkan prinsip sains; memiliki sikap ilmiah; memiliki keyakinan dan keteraturan alam ciptaan-Nya dan keagungan Tuhan Yang Maha Esa; serta memiliki keterampilan menggunakan bahasa, alat dan operasi sains. Kompetensi umum sains untuk jenjang SMU adalah, mampu bersikap ilmiah, mampu menerjemahkan perilaku alam, mampu memahami proses pembentukan ilmu dan mampu memanfaatkan sains untuk menjelaskan prinsip sains pada produk teknologi. Adapun lima pendekatan yang perlu diperhatikan dalam menempatkan siswa sebagai pusat perhatian utama adalah:

1. Empat Pilar Pendidikan a. mampu memperkaya pengalaman belajarnya, b. mampu membangun pemahaman dan pengetahuan terhadap dunia sekitar, c. mampu membangun jati diri, dan d. mampu memahami kemajemukan dan melahirkan sikap-sikap positif dan toleran terhadap keanekaragaman dan perbedaan hidup.

 2. Inkuiri Sains Pendekatan inkuiri sains adalah suatu pendekatan yang sangat menentang dan melahirkan interaksi antara yang diyakini anak sebelumnya terhadap suatu bukti baru untuk mencapai pemahaman yang lebih baik.

3. Konstruktivisme Pandangan Konstruktivisme menganggap semua peserta didik memiliki pengetahuan tentang lingkungan dan gejala alam di sekitarnya.

4. Sains, Teknologi dan Masyarakat
 Dengan pendekatan ini, peserta didik dikondisikan agar mau dan mampu menerapkan prinsip sains untuk menghasilkan suatu karya teknologi sederhana yang diikuti dengan pemikiran untuk mengatasi dampak negatif yang mungkin timbul dari munculnya produk teknologi

5. Pemecahan Masalah
a. mengidentifikasi masalah dan merencanakan penyelidikan,

b. memilih teknik, alat dan bahan,

c. mengorganisasi dan melaksanakan penyelidikan secara sistematik,

d. menginterprestasikan dan mengevaluasi pengamatan dan hasil penyelidikan, dan

e. mengevaluasi metode dan menyarankan perbaikan.

IMPLEMENTASI PROGRAM SAIN DI SEKOLAH
Program Science in School yang bertujuan untuk mempersiapkan siswa agar “melek” sains sejak awal mempunyai dua model utama yang dikembangkan, yaitu The Science in School Components yang memberikan tekanan pada kerangka kerja pengajaran dan pembelajaran efektif di bidang sains. Dan The Science in School Strategy menekankan pada upaya mengolah kerangka kerja, bagaimana sekolah mengembangkan rencana aksi dan penerapan sains di sekolah dengan dasar yang dibuat dalam model pertama.

PEMAHAMAN PROSES SAINS MELALUI PENELITIAN ILMIAH REMAJA
Pemahaman sains pada remaja dapat dilakukan dengan melakukan berbagai kegiatan penelitian ilmiah.
 Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan dalam pengadaan penelitian adalah sebagai berikut :
1. Mengadakan penelusuran kepustakaan mengenai suatu pokok bahasan diikuti perangkuman kepustakaan yang dilengkapi dengan catatan kesimpulan yang singkat.
2. Memilih suatu masalah penelitian dan menyusun suatu hipotesis.
3. Merancang sesuatu percobaan yang dapat digunakan untuk menguji hipotesis, dan disusun dalam bentuk usulan penelitian.
4. Pelaksanaan percobaan dan kesimpulan hasil percobaan.
5. Merangkum hasil percobaan dalam bentuk suatu makalah ilmiah atau lembar peraga.

NALURI DAN PERILAKU PENEMUAN ILMIAH

 Semua temuan yang diperoleh orang sesungguhnya adalah hasil keingintahuan/naluri penemunya berkat kejelian mengamati dan kesigapan otak menganalisis permasalahan dalam kehidupannya. Sedangkan, penelitian pada umumnya adalah semua usaha untuk menemukan jawaban terhadap suatu permasalahan. Dari dua unsur penelitian ilmiah tadi dapat disimpulkan bahwa, suatu kesimpulan yang salah diakibatkan cara berpikir dengan logika yang salah, sehingga dapat ditemukan unsur perilaku ilmiah. Unsur penelitian yang ilmiah yang ketiga adalah kaidah keteraturan yang diharapkan berlaku umum pada suatu ketika dapat saja ditumbangkan oleh data yang berlawanan.

KELOMPOK ILMIAH REMAJA TANTANGAN MENJADI GURU PEMBIMBING

Menjadi guru pembimbing kelompok ilmiah remaja tidaklah mudah. Pembimbing kelompok ilmiah remaja dituntut memiliki pengetahuan penelitian yang cukup memadai, metode pendampingan siswa yang baik, tekun, kreatif, dan pengorbanan waktu dan tenaga yang tidak terbatas. Karena beratnya prasyarat untuk menjadi guru pembimbing kelompok ilmiah remaja, maka belum banyak guru-guru yang dengan kesadaran penuh bersedia untuk menjadi pendamping peneliti remaja. Selain itu, rendahnya penguasaan metodologi penelitian di kalangan guru SLTP, SMU dan SMK menjadi kendala utama bagi banyak guru untuk ikut berpartisipasi dalam membina para peneliti remaja.. Karena itu, pada tahun 2002 LIPI menyediakan penghargaan untuk guru pembimbing pemenang Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) berupa, piala, piagam dan hadiah uang pembinaan, yang diharapkan nantinya dapat semakin menggairahkan semangat para guru untuk lebih banyak dan tekun membimbing kelompok ilmiah remaja. Memang finansial bukan tujuan utama, akan tetapi penghargaan terhadap perjuangan panjang untuk mencetak peneliti-peneliti remaja yang mempunyai kualifikasi nasional bukan hal yang mudah dan cepat.

TANTANGAN REMAJA DALAM MEMULAI PENELITIAN
Ada tiga tantangan yang dirasa dapat menggugah semangat para remaja dalam melakukan suatu penelitian, yaitu.
Tantangan pertama yang dihadapi para peneliti remaja adalah pemilihan dan perancangan jangkauan penelitian, yang sering kali terlalu luas karena mencakup banyak permasalahan yang ingin dipecahkan. Tantangan kedua sering terjadi pada teknik sampling untuk memperoleh bahan yang akan diteliti secara representatif.
 Siswa Ekstrakurikuler (KIR) Ide Penelitian/ Permasalahan Pembimbing Pematangan Ide Penelitian Masalah Terformulasi (dipersempit)
 - Telaah Pustaka
 - Diskusi/Seminar
 - Penelitian pendahuluan
- Observasi awal Tak Terjangkau oleh Siswa Terjangkau Oleh Siswa Bimbingan Proses Pene-litian dan Penelitian Karya Ilmiah Evaluasi Presentasi/lomba Publikasi Tantangan ketiga bagi remaja yang melakukan penelitian adalah terbawanya

Manifesto Perpustakaan Sekolah

            Perpustakaan sekolah dalam pendidikan dan tenaga pendidikan untuk semua, diterbitkan IFLA/UNESCO pada tahun 2000. Terbitan tersebut diterima dengan baik di seluruh dunia dan diterjemahkan kedalam banyak bahasa. Terjemahan baru terus bermunculan dan para pustakawan di seluruh dunia menggunakan Manifesto tersebut untuk meningkatkan peran perpustakaan sekolah di daerah dan negara masing-masing.
Manifesto tersebut menyatakan: Setiap Pemerintah melalui kementerian yang bertanggung jawab atas bidang pendidikan haru mengembangkan strategi, kebijakan dan perencanaan yang berkaitan dengan pelaksanaan prinsip-prinsip Manifesto ini. Panduan ini disusun agar para pengambil kebijakan di tingkat nasional dan lokal di seluruh dunia mengetahui dan memberikan dukungan serta bimbingan dan bimbingan kepada komunitas perpustakaan. Panduan ini juga ditulis guna membantu sekolah-sekolah agar dapat menerapkan prinsip yang dinyatakan dalam manifesto ini. Penulisan naskah panduan tersebut melibatkan banyak orang di banyak negara dengan latar belakang situasi yang berbeda-beda serta mencoba memenuhi kebutuhan semua jenis sekolah. Panduan ini harus dibaca dan digunakan dalam konteks setempat. Berbagai lokakarya telah diselenggarakan selama konferensi IFLA; berbagai pertemuan dan diskusi di antara para pakar perpustakaan telah berlangsung baik melalui tatap muka maupun lewat surat elektronik (email). Panduan ini merupakan hasil sejumlah perdebatan dan konsultasi. Untuk itu, para editor panduan ini mengucapkan terima kasih.
            Di samping itu, para penyusun juga menyampaikan penghargaan untuk peranserta panitia pengarah seksi perpustakaan sekolah dan pusat sumberdaya, serta berbagai panduan yang berasal dari berbagai negara yang telah disampaikan ke IFLA/UNESCO, khususnya Panduan Perpustakaan Umum yang diterbitkan IFLA pada tahun 2001. Seksi tersebut juga telah menerbitkan Perpustakaan Sekolah Dewasa ini dan Masa Mendatang pada tahun 2002. Penyusun berharap bahwa manifesto, visi dan panduan ini, secara bersama-sama akan menjadi dasar berdirinya perpustakaan sekolah yang unggul di manapun berada. Tove Pemmer Saetre dan Glenys Willars 2002

BAB 1. MISI DAN KEBIJAKAN
“Perpustakaan sekolah dalam pendidikan dan pembelajaran untuk semua”.

1.1 Misi Perpustakaan sekolah menyediakan informasi dan ide yang merupakan fondasi agar berfungsi secara baik di dalam masyarakat masa kini yang berbasis informasi dan pengetahuan.
Perpustakaan sekolah merupakan sarana bagi para murid agar terampil belajar sepanjang hayat dan mampu mengembangkan daya pikir agar mereka dapat hidup sebagai warga negara yang bertanggung jawab.

1.2 Kebijakan
         Perpustakaan sekolah hendaknya dikelola dalam kerangka kerja kebijakan yang tersusun secara jelas. Kebijakan perpustakaan sekolah disusun dengan mempertimbangkan berbagai kebijakan dan kebutuhan sekolah yang menyeluruh, serta mencerminkan etos, tujuan dan sasaran maupun kenyataan sekolah. Kebijakan tersebut menentukan kapan, di mana, untuk siapa dan oleh siapa potensi maksimal akan dilaksanakan. Kebijakan perpustakaan akan dapat dilaksanakan bila komunitas sekolah mendukung dan memberikan sumbangan pada maksud dan tujuan yang ditetapkan di dalam kebijakan. Karena itu, kebijakan tersebut harus tertulis dengan sebanyak mungkin keterlibatan yang berjalan secara dinamis, melalui banyak konsultasi yang dapat ditera[lkan, serta hendaknya disebarkan seluas mungkin melalui media cetak.
         Dengan demikian, filosofi, ide, konsep dan maksud untuk pelaksanaan dan pengembangannya akan makin jelas serta dimengerti dan diterima, sehingga hal itu dapat segera dikerjakan secara efektif dan penuh semangat. Kebijakan tersebut harus komprehensif serta dapat dilaksanakan. Kebijakan perpustakaan sekolah tidak boleh ditulis oleh pustakawan sekolah sendirian, tetapi harus melibatkan para guru dan manajemen senior. Konsep kebijakan harus dikonsultasikan secara luas di sekolah dan mendapat dukungan melalui diskusi terbuka yang mendalam.
Dokumen dan rencana kerja berikutnya akan menjelaskan peranan perpustakaan dalam hubungannya dengan berbagai aspek berikut:
• kurikulum sekolah
• metode pembelajaran di sekolah
• memenuhi standar dan kriteria nasional dan lokal
• kebutuhan pengembangan pribadi dan pembelajaran murid dan
• kebutuhan tenaga pendidikan bagi staf
• meningkatkan aras keberhasilan.

Komponen yang memberikan sumbangan ikut ambil bagian dalam perpustakaan sekolah yang dikelola dengan baik dan efektif secara maksimal adalah sebagai berikut:
• anggaran dan pendanaan
• tempat/lokasi
• sumberdaya
• organisasi
• ketenagaan
• penggunaan perpustakaan
• promosi. Semua komponen tersebut di atas adalah penting di dalam kerangka kerja kebijakan dan rencana kegiatan yang realistis. Aspek tersebut akan dibahas di dalam dokumen ini. Rencana kegiatan harus mencakup strategi, tugas, sasaran, pemantauan dan evaluasi secara rutin. Kebijakan dan rencana merupakan dokumen aktif yang harus selalu ditinjau ulang.

1.3 Pemantauan dan Evaluasi
Dalam proses mencapai tujuan perpustakaan sekolah, pihak manajemen harus secara kontinyu memantau kinerja layanan untuk menjamin bahwa strategi yang digunakan mampu mencapai berbagai sasaran yang telah ditentukan.
Kegiatan pembuatan berbagai statistik harus dilakukan secara berkala guna mengetahui arah perkembangan. Evaluasi tahunan hendaknya mencakup semua bidang kegiatan yang dimuat dalam dokumen perencanaan dan meliputi butir berikut:
• apakah kinerja layanan mencapai sasaran dan memenuhi tujuan yang ditentukan perpustakaan, kurikulum dan sekolah
• apakah kinerja layanan memenuhi kebutuhan komunitas sekolah
• apakah kinerja mampu memenuhi kebutuhan yang berubah
• apakah sumberdaya layanan kinerja tercukupi
• dan apakah pembiayaan layanan kinerja efektif. biaya Indikator kinerja utama berikut ini merupakan alat yang berguna untuk memantau dan mengevaluasi pencapaian tujuan perpustakaan: Indikator penggunaan:
• pinjaman per anggota komunitas sekolah (dinyatakan per murid dan per tenaga pendidik )
• jumlah kunjungan perpustakaan per anggota komunitas sekolah (dinyatakan per murid dan per tenaga pendidik)
• peminjaman per butiran materi perpustakaaan (yaitu perputaran koleksi)
• pinjaman per jam buka perpustakaan (selama jam sekolah dan setelah jam sekolah berakhir) 
• pertanyaan referens yang diajukan setiap anggota komunitas sekolah (dinyatakan per murid dan per tenaga pendidik
• penggunaan komputer dan sumber informasi terpasang. Indikator sumberdaya:
• jumlah buku yang tersedia untuk setiap anggota komunitas sekolah
• ketersediaan terminal/komputer meja untuk setiap anggota komunitas sekolah
• ketersediaan akses terpasang komputer untuk setiap anggota komunitas sekolah Indikator sumber daya manusia:
• nisbah antara staf ekuivalen tenaga penuh-waktu dengan anggota komunitas sekolah
• nisbah antara staf ekuivalen tenaga penuh-waktu dengan penggunaan perpustakaan Indikator kualitatif:
• survei kepuasan pengguna • kelompok fokus (focus groups)
• kegiatan konsultasi Indikator biaya:
• biaya per unit untuk berbagai fungsi, layanan dan kegiatan
• biaya staf per fungsi (contoh, peminjaman buku)
• jumlah biaya perpustakaan untuk setiap anggotamasyarakat sekolah
• jumlah biaya perpustakaan yang dinyatakan dalam prosentase dari jumlah anggaran sekolah
• biaya media yang dinyatakan dalam prosentase jumlah anggaran sekolah Indikator perbandingan:
• Tolok ukur data statistik dibandingkan dengan layanan perpustakaan yang relevan serta terbandingkan di sekolah lain dengan besaran dan karakteristik yang sama.

BAB 2. SUMBERDAYA 

“Perpustakaan sekolah harus memperoleh dana yang mencukupi dan berlanjut untuk tenaga yang terlatih, materi perpustakaan, teknologi dan fasilitas serta aksesnya harus bebas biaya”

2.1 Pendanaan dan Anggaran
Perpustakaan Sekolah Untuk menjamin agar perpustakaan memperoleh bagian yang adil dari anggaran sekolah , butir berikut penting artinya:
• memahami proses penganggaran sekolah
• menyadari jadwal siklus anggaran
• mengenal siapa yang menjadi tenaga penting
• memastikan bahwa segala kebutuhan perpustakaan teridentifikasi.

Dalam merencanankan anggaran komponen rencana anggaran berikut mencakup:
• biaya pengadaan sumberdaya baru (misalnya, buku, terbitan berkala/majalah dan bahan terekam/tidak tercetak); biaya keperluan promosi (misalnya, poster)
• biaya pengadaan alat tulis kantor (ATK) dan keperluan administrasi
• biaya berbagai aktivitas pameran dan promosi
• biaya penggunaan teknologi komunikasi dan informasi (ICT), biaya perangkat lunak dan lisensi, jika keperluan tersebut belum termasuk di dalam biaya teknologi dan komunikasi informasi umum di sekolah.
Sebagai ketentuan umum, anggaran material perpustakaan sekolah paling sedikit adalah 5% untuk biaya per murid dalam sistim persekolahan, tidak termasuk untuk belanja gaji dan upah, pengeluaran pendidikan khusus, anggaran transportasi serta perbaikan gedung dan sarana lain. Biaya untuk tenaga perpustakaan mungkin dapat dimasukkan di dalam anggaran perpustakaan, meskipun di sebagian sekolah hal itu lebih tepat dimasukkan di dalam anggaran staf umum. Hendaknya diperhatikan bahwa pada saat menghitung biaya tenaga untuk perpustakaan, maka pustakawan sekolah perlu dilibatkan. Jumlah uang yang tersedia untuk ketenagaan berkaitan erat dengan isu penting, seperti berapa lama jam buka perpustakaan dapat diselenggarakan dan standar serta bentuk layanan yang dapat diberikan. Proyek khusus dan perkembangan lainnya seperti kebutuhan rak baru memerlukan permintaan anggaran tersendiri.
Penggunaan anggaran harus direncanakan secara cermat untuk keperluan setahun serta berkaitan dengan kerangka kerja kebijakan. Laporan tahunan hebdaknya dapat memberikan gambaran bagaimana anggaran telah digunakan serta kejelasan apakah jumlah uang yang digunakan untuk perpustakaan telah mencukupi untuk tugas perpustakaan serta mencapai sasaran kebijakan. Pustakawan sekolah harus mengetahui secara jelas pentingnya anggaran yang cukup untuk perpustakaan, dan perlu menyampaikan ke manajemen senior karena perpustakaan melayani seluruh komunitas sekolah.
Untuk meningkatkan anggaran perpustakaan sekolah, berikut ini perlu menjadi bahan pertimbangan:
 • besaran tenaga perpustakaan sekolah dan koleksi perpustakaan dapat dijadikan tolok ukur pencapaian akademik
 • murid yang mencapai nilai lebih tinggi dari standar ujian pada umumnya berasal dari sekolah yang mempunyai tenaga perpustakaan, buku dan terbitan berkala/majalah dan bahan pandang-dengar yang lebih banyak dibandingkan sekolah lainnya, tanpa memandang faktor lain seperti faktor ekonomi.

2.2 Lokasi dan Ruang
Peran pendidikan yang kuat dari perpustakaan sekolah harus tercermin pada fasilitas, perabotan dan peralatannya. Fungsi dan penggunaan perpustakaan sekolah merupakan factor penting untuk diperhatikan takala merencanakan gedung sekolah baru dan mereorganisasi gedung sekolah yang sudah ada. Kendati tidak ada ukuran universal untuk fasilitas perpustakaan sekolah, namun merupakan sesuatu yang bermanfaat dan membantu jika kita memiliki formula sebagai dasar dalam menghitung perencanaan, agar setiap perpustakaan yang baru didisain memenuhi kebutuhan sekolah dengan cara paling efektif. Pertimbangan berikut ini perlu disertakan dalam proses perencanaan:
• lokasi terpusat atau sentral, bimana mungkin di lantai dasar
• akses dan kedekatan, dekat semua kawasan pengajaran
• faktor kebisingan, paling sedikit di perpustakaan tersedia beberapa bagian yang bebas dari kebisingan dari luar
• pencahayaan yang baik dan cukup, baik lewat jendela maupun lampu penerangan
• suhu ruangan yang tepat (misalnya, adanya pengatur suhu ruangan ataupun ventilasi yang mencukupi) untuk menjamin kondisi bekerja yang baik sepanjang tahun di samping preservasi koleksi
• disain yang sesuai guna memenuhi kebutuhan penderita cacad fisik
• ukuran ruang yang cukup untuk penempatan koleksi buku, fiksi dan non-fiksi, buku sampul tebal maupun tipis, suratkabar dan majalah, sumber non-cetak serta penyimpanannya, ruang belajar, ruang baca, komputer meja, ruang pameran, ruang kerja tenaga dan meja perpustakaan
• fleksibitas untuk memungkinkan keserbaragaman kegiatan serta perubahan kurikulum dan teknologi pada masa mendatang 

Daftar berbagai ruangan yang berbeda-beda berikut ini layak dipertimbangkan ketika merencanakan perpustakaan baru:
• kawasan ruang belajar dan riset untuk penempatan meja informasi, laci katalog, katalog terpasang, meja belajar dan riset, koleksi referensi dan dasar
• kawasan ruang baca informal untuk buku dan majalah yang mendorong literasi, pembelajaran sepanjang hayat, dan membaca untuk keceriaan
• kawasan ruang instruksional dengan kursi yang disusun untuk kelompok kecil, kelompok besar dan instruksional formal seluruh kelas, “dinding pengajaran”, dengan kawasan teknologi pengajaran dan pameran yang sesuai
• kawasan ruang proyek kelompok dan produksi untuk kerja fungsional dan pertemuan perorangan, kelompok maupun kelas, serta fasilitas untuk produksi media
• kawasan ruang administrasi untuk meja sirkulasi, ruang kantor, kawasan untuk memproses materi media perpustakaan, penyimpanan peralatan pandang-dengar, dan kawasan materi serta alat tulis kantor.

2.3 Perabot dan Peralatan
Disain perpustakaan sekolah memainkan peran utama menyangkut bagaimana perpustakaan melayani sekolah.
Penampilan estetis perpustakaan sekolah memberikan rasa nyaman dan merangsang komunitas sekolah untuk memanfaatkan waktunya di perpustakaan. Perpustakaan sekolah yang dilengkapi secara tepat hendaknya memiliki karakteristik sebagai berikut:
• rasa aman
• pencahayaan yang baik
• didisain untuk mengakomodasi perabotan yang kokoh, tahan lama dan fungsional, serta memenuhi peryaratan ruang, aktivitas dan pengguna perpustakaan
• didisain untuk menampung persyaratan khusus populasi sekolah dalam arti cara paling restriktif.
• didisain untuk mengakomodasi perubahan pada program sekolah, program pengajaran , serta perkembangan teknologi audio, video dan data yang muncul.
• didisain untuk memungkinkan penggunaan, pemeliharaan serta pengamanan yang sesuai menyangkut perabotan, peralatan, alat tulis kantor dan materi.
• dirancang dan dikelola untuk menyediakan akses yang cepat dan tepat waktu ke aneka ragam koleksi sumber daya yang terorganisasi.
• dirancang dan dikelola sehingga secara estetis pengguna tertarik dan kondusif dalam hiburan serta pembelajaran, dengan panduan dan tanda-tanda yang jelas dan menarik 

2.4 Peralatan Elektronik dan Pandang-dengar

Perpustakaan sekolah mempunyai peran penting sebagai pintu gerbang bagi masyarakat masa kini yang berbasis informasi. Karena alasan inilah, maka perpustakaan sekolah harus menyediakan akses ke semua peralatan elektronik, komputer, dan pandang-dengar. Peralatan tersebut meliputi:
• komputer meja dengan akses Internet
• katalog akses publik yang di sesuaikan dengan usia dan tingkat murid yang berbeda
• tape-recorder
• perangkat CD-ROM
• alat pemindai (scanner)
• perangkat video (video players)
• peralatan komputer, khusus disesuaikan untuk pengguna tuna netra ataupun menderita cacad fisik lainnnya. Perabotan komputer hendaknya didisain untuk anak-anak dan mudah disesuaikan guna meneuhi ukuran fisik yang berbeda.

2.4.1 Sumberdaya Materi
 Ruang perpustakaan berstandar tinggi dan memiliki sejumlah besar sumberdaya berkualitas tinggi merupakan hal penting. Karena alasan tersebut, maka kebijakan manajemen koleksi bersifat penting. Kebijakan ini menjelaskan maksud, ruang lingkup dan isi koleksi termasuk akses ke sumber eksternal.

2.5 Kebijakan Manajemen Koleksi
Perpustakaan sekolah hendaknya menyediakan akses ke sejumlah besar sumberdaya yang memenuhi kebutuhan pengguna berkaitan dengan pendidikan, informasi dan pengembangan pribadi. Perkembangan koleksi yang terus menerus merupakan keharusan untuk menjamin penggguna memperoleh pilihan terhadap materi baru secara tetap.
Tenaga perpustakaan sekolah harus bekerjasama dengan administrator dan guru agar dapat mengembangkan kebijakan manajemen koleksi bersama. Pernyataan kebijakan semacam itu harus berdasarkan kurikulum, kebutuhan khusus dan kepentingan komunitas sekolah, dan mencerminkan keanekaragaman masyarakat di luar sekolah. Unsur berikut hendaknya dimasukkan dalam pernyataan kebijakan:
• Manifesto Perpustakaan Sekolah IFLA/UNESCO – Misi
• Pernyataan Kebebasan Intelektual
• Kebebasan Informasi
• Tujuan kebijakan manajemen koleksi dan kaitannya pada sekolah dan kurikulum 
• Program jangka pendek dan panjang

2.7 Koleksi Materi Perpustakaan
Koleksi sumber daya buku yang sesuai hendaknya menyediakan sepuluh buku per murid. Sekolah terkecil hendaknya memiliki paling sedikit 2.500 judul materi perpustakaan yang relevan dan mutakhir agar stok buku berimbang untuk semua umur, kemampuan dan latar belakang. Paling sedikit 60% koleksi perpustakaan terdiri dari buku nonfiksi yang berkaitan dengan kurikulum.
Di samping itu, perpustakaan sekolah hendaknya memiliki koleksi untuk keperluan hiburan seperti novel populer, musik, dolanan, komputer, kaset video, disk laser video, majalah dan poster. Materi semacam itu dipilih bekerja sama dengan murid agar koleksi perpustakaan mencerminkan minat dan budaya mereka, tanpa melintasi batas wajar standar etika.

2.8 Sumberdaya Elektronik
Cakupan jasa harus mencakup akses pada sumber informasi elektronik yang mencerminkan kurikulum dan minat serta budaya pengguna. Sumberdaya elektronik hendaknya meliputi akses ke Internet, pangkalan data referens khusus dan teks lengkap, bermacam paket perangkat lunak komputer berkaitan dengan pengajaran. Sumber tersebut dapat diperoleh dalam bentuk CD-ROM dan DVD. Adalah penting untuk memilih sistim katalog perpustakaan yang dapat diterapkan untuk mengklasifikasi dan mengkatalog materi perpustakaan sesuai dengan standar bibliografis nasional dan internasional. Hal tersebut memungkinkan perpustakaan memasuki jaringan yang lebih luas.
Di berbagai tempat di dunia, perpustakan sekolah dalam komunitas lokal mendapat manfaat karena dikaitkan bersama dalam katalog induk. Kolaborasi semacam itu dapat meningkatkan efisiensi dan kualitas pengolahan buku serta memudahkan kombinasi sumber daya secara optimal.

BAB 3. KETENAGAAN (STAF) 
 “Pustakawan sekolah adalah tenaga kependidikan berkualifikasi serta profesional yang bertanggung jawab atas perencanaan dan pengelolaaan perpustakaan sekolah, didukung oleh tenaga yang mencukupi, bekerja sama dengan semua anggota komunitas sekolah dan berhubungan dengan perpustakaan umum dan lain-lainnya.”

3.1 Tenaga Perpustakaan

Kekayaan dan kualitas penyelenggaraan perpustakaan tergantung pada sumberdaya tenaga yang tersedia di dalam dan di luar perpustakaan sekolah. Karena alasan inilah, maka amatlah penting bagi perpustakaan sekolah memiliki tenaga berpendidikan serta bermotivasi tinggi, jumlahnya mencukupi sesuai dengan ukuran sekolah dan kebutuhan khusus sekolah menyangkut jasa perpustakaan. Pengertian “tenaga”, dalam konteks ini, adalah pustakawan dan asisten pustakawan berkualifikasi.
Di samping itu, mungkin masih ada tenaga penunjang, seperti para guru, teknisi, orang tua murid dan berbagai jenis relawan. Pustakawan sekolah hendaknya memiliki pendidikan profesional dan berkualifikasi, dengan pelatihan tambahan di bidang teori pendidikan dan metodologi pembelajaran. Salah satu tujuan utama manajemen tenaga perpustakaan sekolah ialah agar semua anggota staf harus memiliki pemahaman yang jelas mengenai kebijakan jasa perpustakaan, tugas dan tanggung jawab yang jelas, kondisi peraturan yang sesuai menyangkut pekerjaan dan gaji yang kompetitif yang mencerminkan profesionalisme pekerjaan. Sukarelawan hendaknya tidak dipekerjakan sebagai pengganti tenaga yang digaji, melainkan dapat bekerja sebagai tenaga pendukung berdasarkan kontrak yang memberikan kerangka kerja formal untuk keterlibatan mereka dalam berbagai aktivitas perpustakaan sekolah. Konsultan tingkat lokal dan nasional dapat digunakan sebagai penasehat luar menyangkut berbagai masalah yang berkaitan dengan pengembangan layanan perpustakaan sekolah.

3.2 Peran Pustakawan Sekolah
Peran utama pustakawan ialah memberikan sumbangan pada misi dan tujuan sekolah termasuk prosedur evaluasi dan mengembangkan serta melaksanakan misi dan tujuan perpustakaan sekolah. Dalam kerjasama dengan senior manajemen sekolah, administrator dan guru, maka pustakawan ikut dalam pengembangan rencana dan implementasi kurikulum. Pustakawan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan penyediaan informasi dan pemecahan masalah informasi serta keahlian dalam menggunakan berbagai sumber, baik tercetak maupun elektronik. Pengetahuan, keterampilan dan keahlian pustakawan sekolah mampu memenuhi kebutuhan masyarakat sekolah tertentu.
Di samping itu, pustakawan hendaknya memimpin kampanye membaca dan promosi bacaan anak, media dan budaya.
Dukungan menajemen sekolah amat perlu, tatkala perpustakaan menyelenggarakan aktivitas interdisipliner. Pustakawan harus melapor langsung ke kepala sekolah atau wakilnya. Sangatlah penting serta diupayakan agar pustakawan diterima setara dengan anggota tenaga profesional dan dapat berpartisipasi dalam kelompok kerja dan ikut serta dalam semua pertemuan dalam kedudukannya sebagai kepala unit/bagian perpustakaan. Pustakawan hendaknya menciptakan suasana yang sesuai untuk hiburan dan pembelajaran yang bersifat menarik, ramah serta terbuka bagi siapa saja tanpa rasa takut dan curiga. Semua orang yang bekerja di perpustakaan sekolah harus memiliki reputasi yang baik dalam kaitannya dengan anak, kawula muda dan orang dewasa.

 3.3 Peran Asisten Pustakawan Asisten pustakawan melaporkan kepada pustakawan serta membantunya sesuai dengan fungsinya.. Posisi asisten pustakawan mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan kerja klerikal dan teknologi. Asisten pustakawan harus memiliki ketrampilan dasar kepustakawanan.
Bila belum memiliki ketrampilan dasar kepustakawanan, maka perpustakaan sekolah akan memberikannya. Beberapa tugas pekerjaan asisten pustakawan meliputi kegiatan rutin, menyusun materi perpustakaan di rak, peminjaman, mengembalikan materi perpustakaan ke rak serta pengolahan materi perpustakaan.

3.4 Kerjasama antara Guru dan Pustakawan Sekolah
Kerjasama antara guru dan pustakawan sekolah merupakan hal penting dalam memaksimalkan potensi layanan perpustakaan. Guru dan pustakawan sekolah bekerja bersama guna pencapaian hal berikut:
• mengembangkan, melatih dan mengevaluasi pembelajaran murid lintas kurikulum
• mengembangkan dan mengevaluasi keterampilan dan pengetahuan informasi murid
• mengembangkan rancangan pelajaran
• mempersiapkan dan melaksanakan pekerjaan proyek khusus di lingkungan pembelajaran yang lebih luas, termasuk di perpustakaan
• mempersiapkan dan melaksanakan program membaca dan kegiatan budaya
• mengintegrasikan teknologi informasi ke dalam kurikulum
• menjelaskan kepada para orang tua murid mengenai pentingnya perpustakaan sekolah

3.5 Keterampilan Tenaga

Perpustakaan Sekolah Perpustakaan sekolah adalah sebuah jasa yang ditujukan kepada semua angggota komunitas sekolah: peserta didik, guru, administrator, komite sekolah dan orang tua murid. Semua kelompok tersebut memerlukan keterampilan komunikasi dan kerjasama secara khusus.  Pengguna utama perpustakaan sekolah adalah peserta didik dan guru, di samping kelompok profesional lainnya seperti para administrator dan komite sekolah. Kualitas dan keterampilan mendasar yang diharapkan dari tenaga perpustakaan sekolah didefinisikan sebagai berikut:
• Kemampuan berkomunikasi secara positif dan terbuka dengan anak dan orang dewasa
• Kemampuan memahami kebutuhan pengguna
• Kemampuan bekerja sama dengan perorangan serta kelompok di dalam dan di luar komunitas sekolah
• Memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai keanekaragaman budaya
• Memiliki pengetahuan mengenai metodologi pembelajaran dan teori pendidikan
• Memiliki ketrampilan informasi serta bagaimana menggunakannya
• Memiliki pengetahuan mengenai materi perpustakaan yang membentuk koleksi perpustakaan serta bagaimana mengaksesnya
• Memiliki pengetahuan mengenai bacaan anak, media dan ke budayaan
• Memiliki pengetahuan serta keterampilan di bidang manajemen dan pemasaran
• Memiliki pengetahuan serta keterampilan di bidang teknologi informasi

3.6 Tugas Pustakawan Sekolah
Pustakawan sekolah diharapkan mampu melakukan tugas berikut:
• menganalisis sumber dan kebutuhan informasi komunitas sekolah
• memformulasi dan mengimplementasi kebijakan pengembangan jasa
• mengembangkan kebijakan dan sistim pengadaan sumberdaya perpustakaan
• mengkatalog dan mengklasifikasi materi perpustakaan
• melatih cara penggunaan perpustakaan
• melatih pengetahuan dan keterampilan informasi
• membantu murid dan guru mengenai penggunaan sumberdaya perpustakaan dan teknologi informasi
• menjawab pertanyaan referensi dan informasi dengan menggunakan berbagai materi yang tepat
• mempromosikan program membaca dan kegiatan budaya
• ikut serta dalam kegiatan perencanaan terkait dengan implementasi kurikulum
• ikut serta dalam persiapan, implementasi dan evaluasi aktivitas pembelajaran
• mempromosikan evaluasi jasa perpustakaan sebagai bagian dari sistem evaluasi sekolah secara menyeluruh
• membangun kemitraan dengan organisasi di luar sekolah
• merancang dan mengimplementasi anggaran
• mendisain perencanaan strategis
 • mengelola dan melatih tenaga perpustakaan 

3.7  Standar Etika Tenaga perpustakaan sekolah mempunyai tanggung jawab untuk menerapkan standar etika yang tinggi dalam hubungannya dengan semua anggota komunitas sekolah. Semua pengguna harus diperlakuan atas dasar sama tanpa membedakan kemampuan dan latar belakang mereka. Jasa perpustakaan hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan pengguna individual. Guna memperkuat peran perpustakaan sekolah sebagai lingkungan pembelajaran yang terbuka dan aman, maka tenaga perpustakaan hendaknya menekankan fungsi mereka sebagai penasihat ketimbang sebagai instruktur dalam pengertian tradisional. Artinya, yang paling penting dan utama adalah agar mereka harus mencoba untuk dapat melihat dari sudut pandang pengguna perpustakaan dan tidak bias atau cenderung pada sudut pandang mereka sendiri di dalam menyediakan jasa perpustakaan. 

BAB 4. PROGRAM DAN KEGIATAN

 “Perpustakaan sekolah bagian integral dalam proses pendidikan”

4.1 Program

Di dalam program pengembangan kurikulum dan pendidikan nasional, perpustakaan sekolah hendaknya dipandang sebagai bagian penting guna memenuhi berbagai tujuan yang berkaitan dengan hal berikut:
 • literasi informasi untuk semua, dikembangkan dan diterima secara bertahap melalui sistem sekolah
 • ketersediaan sumber daya informasi bagi murid pada semua tingkat pendidikan
 • membuka penyebaran informasi dan pengetahuan bagi semua kelompok murid sebagai pelaksanaan hak demokrasi dan asasi manusia Pada tingkat nasional maupun lokal, disarankan agar memiliki program yang dirancangbangun secara khusus untuk tujuan pengembangan perpustakaan sekolah.
Program tersebut mungkin meliputi tujuan dan kegiatan yang berbeda-beda menurut konteksnya. Berikut ini beberapa contoh kegiatan:
• mengembangkan dan menerbitkan berbagai standar dan panduan nasional dan lokal untuk perpustakaan sekolah
• menyediakan model perpustakaan untuk menunjukkan perpustakaan percontohan
• membentuk komite perpustakaan sekolah di tingkat nasional dan lokal
• mendisain kerangka kerja formal untuk kerjasama antara perpustakaan sekolah dan perpustakaan umum di tingkat nasional dan lokal
• memprakarsai dan menawarkan program pelatihan pustakawan sekolah profesional
• menyediakan dana untuk proyek perpustakaan sekolah, seperti kampanye membaca
• memprakarsai dan mendanai proyek penelitian yang berkaitan dengan kegiatan dan pengembangan perpustakaan sekolah

 4.2 Kerjasama dan Pemanfaatan Bersama dengan Perpustakaan Umum Guna menyempurnakan jasa perpustakaan bagi anak-anak dan remaja di komunitas tertentu, disarankan agar perpustakaan sekolah bekerja sama dengan perpustakaan umum. Perjanjian kerjasama secara tertulis hendaknya mencakup butir berikut:
• ketentuan umum kerjasama 
• spesifikasi dan definisi bidang kerjasama
• penjelasan implikasi biaya dan bagaimana biaya ditanggung bersama
• perkiraan waktu, yaitu untuk berapa lama kerjasama akan berlangsung Contoh cakupan kerjasama ialah sebagai berikut:
• pelatihan bersama ketenagaan
• kerjasama pengembangan koleksi
• kerjasama program kegiatan
• koordinasi jasa perpustakaan dan jejaring elektronik
• kerjasama dalam pengembangan piranti/peralatan belajar dan pendidikan pemakai perpustakaan
• kunjungan kelas ke perpustakaan umum
• membaca bersama dan promosi literasi
• pemasaran bersama jasa perpustakaan kepada anak-anak dan remaja

 4.3 Kegiatan di Tingkat Sekolah

Perpustakaan sekolah harus mencakup berbagai kegiatan secara luas dan harus berperan penting guna mencapai misi dan visi sekolah. Semuanya harus ditujukan guna melayani pengguna potensial di dalam komunitas sekolahdan guna memenuhi kebutuhan tertentu dan berbeda-beda dari berbagai kelompok sasaran. Berbagai program dan kegiatan tersebut harus didisain melalui kerjasama erat dengan:
• kepala sekolah/guru kepala
• para kepala unit kerja
• para guru
• tenaga pendukung
• para murid

             Kepuasan para pengguna perpustakaan tergantung pada kemampuan perpustakaan sekolah dalam mengidentifikasi kebutuhan pengguna perorangan maupun kelompok, serta kemampuan perpustakaan sekolah untuk mengembangkan berbagai jasa perpustakaan yang mencerminkan kebutuhan perubahan di komunitas sekolah.
            Kepala Sekolah dan Perpustakaan Sekolah Kepala sekolah sebagai pemimpin sekolah dan tenaga utama yang memberikan kerangka kerja dan suasana untuk mengimplimentasi kurikulum, kepala sekolah hendaknya mengakui pentingnya jasa perpustakaan sekolah yang efektif serta mendorong pemanfaatannya. Kepala sekolah hendaknya bekerja erat dengan perpustakaan dalam mendisain rencana pengembangan, terutama dalam bidang program literasi informasi dan promosi membaca. Pada saat rencana dilaksanakan, kepala sekolah hendaknya menjamin penjadwalan waktu 20 dan sumberdaya yang luwes untuk memungkinkan guru dan murid mengakses ke perpustakaan beserta layanannya. Kepala sekolah hendaknya juga memastikan adanya kerjasama antara guru dan tenaga perpustakaan.
             Kepala sekolah harus memastikan bahwa pustakawan sekolah ikut serta dalam kegiatan pengajaran, perencanaan kurikulum, pengembangan tenaga berlanjut, evaluasi program dan asesmen pembelajaran murid. Di dalam evaluasi sekolah secara menyeluruh, kepala sekolah hendaknya memasukkan evaluasi perpustakaan (lihat Bab 1) dan menekankan sumbangan penting jasa perpustakaan sekolah yang kuat dalam pencapaian standar pendidikan yang telah ditetapkan.
             Kepala Unit kerja dan Perpustakaan Sekolah Semua kepala unit kerja di sekolah, masing-masing bertanggung jawab melakukan pekerjaan secara profesional dan hendaknya bekerja sama dengan perpustakaan agar semua sumber informasi dan jasa perpustakaan mencakup kebutuhan khusus bidang subjek dari unit kerja. Seperti halnya dengan kepala sekolah, maka kepala unit kerja hendaknya melibatkan perpustakaan dalam perencanaan pengembangan dan memberikan perhatian khusus ke perpustakaan sebagai bagian penting dari lingkungan pembelajaran dan sebagai pusat sumber daya pembelajaran. Guru dan Perpustakaan Kerjasama antara guru dan pustakawan telah diuraikan pada Seksi 3.4. Beberapa aspek tambahan akan disampaikan secara ringkas berikut ini. Filosofi pendidikan guru membentuk landasan ideologis pemikiran mengenai pemilihan metode pengajaran.
            Beberapa metode yang berlandaskan sudut pandang tradisional yang berpendapat bahwa guru dan buku ajar sebagai sumber pembelajaran paling penting tidak mengandalkan peran perpustakaan sekolah dalam proses pembelajaran. Bila sudut pandang ini digabungkan dengan keinginan kuat untuk menutup ruang kelas dan melakukan pengawasan ketat pada aktivitas pembelajaran murid, maka perpustakaan akan semakin jauh dari pikiran para guru tersebut sebagai pendukung kuat informasi. Bahkan jika sebagian besar guru berpihak pada ideologi guru sebagai ’bank pendidikan’ dan karena itu memandang murid sebagai gudang pasif yang perlu diisi dengan cara mentransfer pengetahuan yang ada di benak guru ke murid, tetap penting bagi perpustakaan untuk menemukan perannya sebagai jasa pendukung yang dikaitkan dengan kurikulum. Strategi yang berguna untuk membangun kemitraan dalam pembelajaran pada kerangka pemikiran tradisional sebagaimana telah diuraikan di atas, dapat diupayakan dengan mempromosikan jasa perpustakaan terutama bagi guru.
Promosi tersebut hendaknya menunjukkan pokok pokok sebagai berikut:
• kemampuan perpustakaan untuk menyediakan sumberdaya bagi para guru akan memperluas pengetahuan subjek mereka atau memperbaiki metodologi pengajaran guru.
.............................................................

Tuesday, September 17, 2013

Tahapan Pra Pembelajaran, Tindak Lanjut dan Penyajian Pembelajaran

                          Tugas utama pendidik (guru) adalah mengusahakan agar setiap anak didik dapat belajar dengan efektif; baik secara individual ataupun secara kelompok. Artinya, mereka patut merasa betah atau merasa senang belajar di sekolah dan mereka dapat mencapai prestasi belajar yang tinggi. Karena itu diperlukanlah peran guru dalam mengelola kelas dengan baik agar dapat menunjang terciptanya proses belajar yang menyenangkan dan pencapaian prestasi belajar yang tinggi itu. Proses pembelajaran merupakan rangkaian aktivitas dan interaksi antara siswa dan guru yang dikendalikan melalui perencanaan pembelajaran. Pelaksanaan proses pembelajaran perlu dilakukan secara sistematis berdasarkan prosedur pembelajaran yang telah dikembangkan.
                     Oleh karena itu, salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh pembelajar adalah mampu memahami dan melaksanakan prosedur pembelajaran dalam pembelajaran kelompok, individual maupun klasikal.    Untuk menerapkan kemampuan tersebut sebaiknya pembelajar harus mengetahu tentang konsep dan prinsip belaja, berbagai jenis strategi atau tahapan dalam proses pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan KBK.   Pada makalah ini, kelompok kami akan membahas mengenai tahapan pembelajaran.
                  Secara umum tahapan pembelajaran menjadi tiga tahapan sebagai berikut tahapan kegiatan prapembelajaran atau kegiatan awal pembelajaran, kegiatan inti pembelajaran dan kegiatan akhir pembelajaran. Setiap tahapan tersebut ditempuh secara sistematis, efektif dan efisien.


A. Pengertian proses pembelajaran

                  Proses pembelajaran merupakan salah satu tahapan penting dalam pembelajaran. Oleh karena itu, proses pembelajaran perlu ditempuh melalui prosedur yang sistematis dan sistemik. Proses pembelajaran adalah proses yang di dalamnya terdapat kegiatan interaksi antara guru-siswa dan komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan belajar (Rustaman, 2001). Pelaksanaan proses belajar mengajar adalah proses berlangsungnya belajar mengajar di kelas yang merupakan inti dari kegiatan pendidikan di sekolah. Pelaksanaan pengajaran adalah interaksi guru dengan murid dalam rangka menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa dan untuk mencapai tujuan pengajaran (Winarno Surachmad, 1983: 257). Sedangkan menurut Roy. R Lefrancois seperti dikutip oleh Dimayati Mahmud (1989: 23), pelaksanaan pengajaran adalah pelaksanaan strategi-strategi yang telah dirancang untuk mecapai tujuan pengajaran. Di dalam proses pembelajaran dibutuhkan strategi-strategi yang baik dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Kemp (1995). Dilain pihak Dick & Carey (1985) menyatakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa.

B. Tahapan pembelajaran

Salah satu aspek yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran adalah kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, dalam prosesnya pengelolaan tersebut harus diarahkan hingga menjadi suatu proses bermakna dan kondusif dalam pembentukan kemampuan siswa. Oleh karena itu, kegiatan belajar selain dikembangkan secara sistematis, efektif dan efisien juga perlu variasi kegiatan sebagai alternatif untuk menumbuh kembangkan motivasi dan aktivitas siswa dalam belajar. B.1. Kegiatan Pra dan Awal Pembelajaran Kegiatan pendahuluan dalam pembelajaran sering pula disebut dengan pra-instruksional. Fungsi kegiatan tersebut utamanya adalah untuk menciptakan awal pembelajaran yang efektif yang memungkinkan siswa dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Untuk memahami tentang kegiatan dan prosedur dalam kegiatan awal pembelajaran, di bawah ini akan diuraikan tentang kegiatan tersebut.

1. 1. Menciptakan Kondisi Awal Pembelajaran Proses pembelajaran akan berhasil dengan baik apabila guru dapat mengkondisikan kegiatan belajar secara efektif. Kondisi belajar tersebut harus dimulai dari tahap pendahuluan atau awal pembelajaran. Upaya yang harus dilakukan untuk mewujudkan kondisi awal pembelajaran yang baik di antaranya:

1). Menciptakan Sikap dan Suasana Kelas yang Menarik Kondisi belajar dapat dipengaruhi oleh sikap guru di depan kelas. Guru harus memperlihatkan sikap yang menyenangkan supaya siswa tidak merasa tegang, kaku bahkan takut.

Kondisi yang menyenangkan ini harus diciptakan mulai dari awal pembelajaran sehingga siswa akan mampu melakukan aktivitas belajar dengan penuh percaya diri tanpa ada tekanan yang dapat menghambat kreativitas siswa.

2). Mengabsen Siswa Guru mengecek kehadiran siswa. Untuk menghemat waktu dalam mengecek kehadiran siswa dapat dilakukan dengan cara siswa yang hadir disuruh menyebutkan siswa yang tidak hadir, kemudian guru menanyakan mengapa yang bersangkutan tidak hadir? dan seterusnya.

 3). Menciptakan Kesiapan Belajar Siswa Kesiapan (readinees) belajar siswa merupakan salah satu prinsip belajar yang sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.


Ada beberapa alternatif yang dapat dilakukan guru dalam menciptakan kesiapan dan semangat dalam belajar siswa, khususnya dalam awal pembelajaran, alternatif yang perlu dilakukan guru di antaranya:

1. membantu atau membimbing siswa dalam mempersiapkan fasilitas/sumber belajar yang diperlukan dalam kegiatan belajar;

2. menciptakan kondisi belajar untuk meningkatkan perhatian siswa dalam belajar;

3. menujukan minat dan penuh semangat yang tinggi dalam mengajar;

4. mengontrol (mengelola) seluruh aktivitas siswa mulai dari awal pembelajaran;

5. menggunakan media pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran dan menarik perhatian siswa;

6. menentukan kegiatan belajar yang memungkinkan siswa dapat melakukannya.

4).  Menciptakan Suasana Belajar yang Demokratis Pada hakikatnya suasana belajar yang demokratis dapat dikondisikan melalui pendekatan proses belajar CBSA (Cara Belajar Siswa aktif).

Untuk menciptakan suasana belajar yang demokratis guru harus membimbing siswa agar berani menjawab, berani bertanya, berani berpendapat atau berani mengeluarkan ide- ide, dan berani memperlihatkan unjuk kerja (performace).

Suasana belajar yang demokratis harus dikondisikan sejak awal pembelajaran, guru harus selalu memberikan kesempatan pada siswa untuk melakukan kreativitas.

1. 2. Melaksanakan Kegiatan Apersepsi dan atau Melaksanakan Tes Awal. Penilaian awal atau pre tes tujuannya adalah untuk mengukur dan mengetahui sejauh mana materi atau bahan pelajaran yang akan dipelajari sudah dikuasai oleh siswa. Kemampuan awal tersebut sebagai dasar untuk kelanjutan bahan pelajaran yang harus dipelajari oleh siswa. Ada beberapa cara yang dapat digunakan dalam kegiatan apersepsi di antaranya:

1). Mengajukan pertanyaan tentang bahan pelajaran yang sudah dipelajari sebelumnya.
2). Memberikan komentar terhadap jawaban siswa serta mengulas materi pelajaran yang akan dibahas.
3). Membangkitkan motivasi dan perhatian siswa

C.  Kegiatan inti dalam Pembelajaran

         Kegiatan inti dalam pembelajaran sangat memegang peranan penting untuk mencapai tujuan pembelajaran maupun dalam membentuk kemampuan siswa yang telah ditetapkan. Proses kegiatan inti dalam pembelajaran akan menggambarkan tentang penggunaan strategi dan pendekatan belajar yang digunakan guru dalam proses pembelajaran, karena pada hakekatnya kegiatan inti pembelajaran merupakan implementasi strategi dan pendekatan belajar. Pada prinsipnya kegiatan inti dalam pembelajaran adalah suatu proses pembentukan pengalaman dan kemampuan siswa secara terprogram yang dilaksanakan dalam durasi waktu tertentu.

Langkah kegiatan inti yang perlu dilakukan dalam pembelajaran secara sistematis sebagai berikut:

1. 1. Memberitahukan tujuan atau garis besar materi dan kemampuan yang akan dipelajari. Kegiatan paling awal yang perlu dilakukan guru sebelum membahas pelajaran, adalah memberitahukan tujuan atau garis besar materi dan kemampuan apa yang akan dipelajari siswa. Sehingga siswa menyadari dan mengetahui apa yang harus dipelajari untuk mencapai tujuan tersebut.


1. 2. Menyampaikan alternatif kegiatan belajar yang akan ditempuh siswa. Dalam tahapan ini guru perlu menyampaikan pada siswa tentang kegiatan belajar yang bagaimana yang harus ditempuh siswa dalam mempelajari topik-topik maupun kemampuan tersebut. Efektivitas dan efisiensi belajar sangat dipengaruhi oleh teknik belajar yang digunakan siswa.


1. 3. Membahas materi/menyajikan bahan pelajaran. Pembahasan atau penyampaian materi pelajaran harus mengutamakan aktivitas siswa, sehingga dalam prosesnya guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator dan pembimbing. Karena melalui kegiatan ini akan terjadi suatu proses perubahan tingkah laku, dari tidak memahami menjadi memahami, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dari tidak mampu menjadi mampu dan dari tidak terampil menjadi terampil.


1. 4. Menyimpulkan pelajaran. Menyimpulkan pelajaran dirumuskan oleh siswa di bawah bimbingan guru. Langkah ini dalam prosesnya sebagai teknik untuk penguatan terhadap hasil belajar siswa secara menyeluruh.


Kriteria yang harus diperhatikan dalam menyimpulkan pelajaran di antaranya adalah:
a. Berorientasi pada acuan hasil belajar dan kompetensi dasar.

b. Singkat, jelas dan bahasa (tulis/lisan) mudah dipahami oleh siswa.

c. Kesimpulan tidak keluar dari topik yang telah dibahas.

d. Dapat menggunakan waktu sesingkat mungkin.

D.   Kegiatan Akhir dan Tindak Lanjut Pembelajaran

            Kegiatan akhir dalam pembelajaran tidak hanya diartikan sebagai kegiatan untuk menutup pelajaran, tetapi juga sebagai kegiatan penilaian hasil belajar siswa dan kegiatan tindak lanjut. Kegiatan tindak lanjut harus ditempuh berdasarkan pada proses dan hasil belajar siswa.

Secara umum kegiatan akhir dan tindak lanjut pembelajaran yang harus dilakukan oleh guru di antaranya:

1) Menilai hasil proses belajar mengajar.

2) Memberikan tugas/latihan yang dikerjakan di luar jam pelajaran.

3) Memberikan motivasi dan bimbingan belajar.

4) Menyampaikan alternatif kegiatan belajar yang dapat di lakukan siswa di luar jam pelajaran.

5) Berdasarkan hasil penilaian belajar siswa, kemungkinan siswa harus diberikan program pembelajaran secara perorangan atau kelompok untuk melaksanakan program pengayaan dan atau perbaikan yang dilakukan di luar jam pelajaran. Kegiatan akhir dan tindak lanjut harus dilakukan secara sistematis dan fleksibel, sehingga dalam prosesnya akan dapat menunjang optimalisasi hasil belajar siswa.
        Prosedur kegiatan yang perlu ditempuh, setelah melaksanakan kegiatan pendahuluan dan kegiatan inti dalam pembelajaran, serta setelah menyimpulkan pelajaran, maka langkah selanjutnya yang harus dilaksanakan oleh guru adalah sebagai berikut:


1. 1. Melaksanakan penilaian akhir Penilaian belajar dalam kegiatan akhir pembelajaran (postest), tujuannya adalah untuk mengetahui sejauhmana kemampuan siswa setelah mengikuti pelajaran tersebut. Dalam prosesnya guru dapat melaksanakan penilaian secara lisan yang ditujukan pada beberapa siswa yang dianggap representatif (mewakili) seluruh siswa. Teknik lain yang dapat digunakan adalah secara tertulis yang dikerjakan oleh siswa di rumah, kecuali kalau waktunya memungkinkan dapat dilaksanakan di sekolah.

1. 2. Mengkaji hasil penilaian akhir Setelah melaksanakan kegiatan penilain guru harus mengkaji apakah hasil belajar tersebut sesuai dengan tujuan pembelajaran?/Apakah tingkat ketercapaian siswa dalam kelas/individu terhadap tujuan pembelajaran sudah mencapai pada batas/tingkatan (persentase) minimal? Apabila penilaian dilaksanakan secara lisan, maka dalam tahapan ini guru perlu memutuskan secara spontan dalam menganalisis/mengidentifikasi hasil belajar tersebut. Kemudian gabungkan dengan hasil penilaian proses, maka guru akan memperoleh gambaran kegiatan tindak lanjut yang bagaimana yang harus diberikan pada siswa.

1. 3. Melaksanakan kegiatan tindak lanjut pembelajaran. Kegiatan tidak lanjut pembelajaran dilaksanakan di luar jam pelajaran, sebab kegiatan akhir alokasi waktunya relatif sedikit. Tindak lanjut pembelajaran esensinya adalah untuk mengoptimalkan hasil belajar siswa. Untuk itu, marilah kita mengiingat kembali tentang kegiatan belajar perseorangan yang berkenaan dengan pengayaan (enrichment) dan perbaikan (remidial). Adapun kegiatan-kegiatan yang harus dikerjakan di antaranya: x Memberikan tugas atau latihan yang harus dikerjakan di rumah. x Menjelaskan kembali bahan pelajaran yang dianggap sulit oleh siswa. o Menugaskan pada siswa untuk membaca topik tertentu yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. o Memberikan motivasi atau bimbingan belajar.

1. 4. Mengemukakan tentang topik yang akan dibahas pada waktu yang akan datang Dalam kegiatan akhir/tindak lanjut pembelajaran di antaranya guru harus mengemukakan atau memberikan gambaran pada siswa tentang topik bahasan atau kompetensi yang akan dipelajari pada pertemuan yang akan datang. Cara ini perlu dilakukan untuk membimbing atau mengarahkan siswa dalam kegiatan belajar yang dilakukan di luar jam pelajaran. Dengan harapan siswa tersebut akan mempelajari terlebih dahulu sebelum dibahas/dipelajari di sekolah.

Menutup kegiatan pembelajaran Setelah guru mengganggap kegiatan akhir selesai dilaksanakan secara optimal dan sesuai dengan waktu yang direncanakan, maka langkah selanjutnya guru harus menutup pelajaran. Apabila jam pelajarannya yang paling akhir, maka harus dibiasakan siswa menutup dengan berdoa.

E. Tahapan pelaksanaan pembelajaran menurut para ahli. Menurut Nana Sudjana (1987: 148), pelaksanaan proses belajar mengajar meliputi pentahapan sebagai berikut:

1. 1. Tahap pra Instruksional
         Yaitu tahap yang ditempuh pada saat memulai sesuatu proses belajar mengajar, yaitu:

             Guru menanyakan kehadiran siswa, dan mencatat siapa yang tidak hadir. Kehadiran siswa dalam pengajaran, dapat dijadikan salah satu tolok ukur kemampuan guru mengajar. Tidak selalu ketidakhadiran siswa, disebab-kan kondisi siswa yang bersangkutan (sakit, malas, bolos, dan lain-lain),tetapi bisa juga terjadi karena pengajaran dan guru tidak menyenangkan,sikapnya tidak disukai oleh siswa, atau karena tindakan guru pada waktumengajar sebelumnya dianggap merugikan siswa (penilaian tidak adil, memberi hukuman yang menyebabkan frustasi, rendah diri dan lain-lain).
            Bertanya kepada siswa, sampai dimana pembahasan pelajaran sebelumnya. Dengan demikian guru mengetahui ada tidaknya kebiasaan belajarsiswa di rumahnya sendiri, setidak-tidaknya kesiapan siswa menghadapipelajaran hari itu.

1. Mengajukan pertanyaan kepada siswa tentang bahan pelajaran yang sudah diberikan sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sampai di mana pemahaman materi yang telah diberikan

2. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai bahan pelajaran yang belum dikuasainya dari pelajaran sebelumnya.

3. Mengulang kembali bahan pelajaran yang telah lalu secara singkat tapi mencakup semua aspek bahan yang telah dibahas sebelumnya.

1. 2. Tahap Instruksional Yaitu tahap pemberian bahan pelajaran yang dapat diidentifikasikan beberapa kegiatan sebagai berikut:

1. Menjelaskan pada siswa tujuan pengajaran yang harus dicapai siswa.

2. Menuliskan pokok materi yang akan dibahas hari itu yang diambil dari buku sumber yang telah disiapkan sebelumnya.

3. Membahas pokok materi yang telah dituliskan tadi. Dalam pembahasan materi itu dapat ditempuh dua cara yakni:

(a)pembahasan dimulai dari gambaran umum materi pengajaran menuju kepada topik secara lebih khusus,

(b)dimulai dari topik khusus menuju topik umum.

4. Pada setiap pokok materi yang dibahas sebaiknya diberikan contoh-contoh konkret. Demikian pula siswa harus diberikan pertanyaan atau tugas, untuk mengetahui tingkat pemahaman dari setiap pokok materi yang telah dibahas.

5. Penggunaan alat bantu pengajaran untuk memperjelas pembahasan setiap pokok materi sangat diperlukan.

6. Menyimpulkan hasil pembahasan dari pokok materi. Kesimpulan ini dibuat oleh guru dan sebaiknya pokok-pokoknya ditulis dipapan tulis untuk dicatat siswa. Kesimpulan dapat pula dibuat guru bersama-sama siswa, bahkan kalau mungkin diserahkan sepenuhnya kepada siswa.

1. 3. Tahap Evaluasi dan Tindak Lanjut
                Tujuan tahapan ini ialah untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari tahapan kedua (instruksional). Kegiatan yang dapat dilakukan pada tahap ini antara lain:

1. Mengajukan pertanyaan kepada kelas atau kepada beberapa murid mengenai semua aspek pokok materi yang telah dibahas pada tahap instruksional.

2. Apabila pertanyaan yang diajukan belum dapat dijawab oleh siswa (kurang dari 70%), maka guru harus mengulang pengajaran.

3. Untuk memperkaya pengetahuan siswa mengenai materi yang dibahas, guru dapat memberikan tugas atau PR.

4. Akhiri pelajaran dengan menjelaskan atau memberitahukan pokok materi yang akan dibahas pada pelajaran berikutnya. Ketiga tahap yang telah dibahas di atas, merupakan satu rangkaian kegiatan yang terpadu, tidak terpisahkan satu sama lain.

               Guru dituntut untuk mampu dan dapat mengatur waktu dan kegiatan secara fleksibel, sehinggaketiga rangkaian tersebut diterima oleh siswa secara utuh. Di sinilah letak keterampilan profesional dari seorang guru dalam melaksanakan strategi mengajar. Kemampuan mengajar seperti dilukiskan dalam uraian di atas secara teo-retis mudah dikuasai, namun dalam praktiknya tidak semudah seperti digam-barkan. Hanya dengan latihan dan kebiasaan yang terencana, kemampuan itu dapat diperoleh.
              Dick dan Carey (1985)mengatakan bahwa suatu strategi pembelajaran menjelaskan komponen-komponen umum dari suatu set bahan pembelajaran dan prosedur-prosedur yang akan digunakan bersama bahan-bahan tersebut untuk menghasilkan hasil belajar tertentu pada mahasiswa. Dick and Carrey (1985), mengemukakan bahwa dalam merencanakan dalam satu unit pembelajaran ada tiga tahap, yaitu :

1. Mengurutkan dan merumpun tujuan ke dalam pembelajaran
2. Merencanakan prapembelajaran, pengetesan, dan kegiatan tindak lanjut
3. Menyusun alokasi waktu berdasarkan strategi pembelajaran.

         Strategi pembelajaran merupakan hasil nyata yang digunakan untuk mengembangkan material pembelajaran, menilai material yang ada, merevisi material, dan merancang kegiatan pembelajaran. Dengan mengurutkan tujuan ke dalam pembelajaran dapat membuat pembelajaran dapat lebih bermakna bagi si belajar. Dick and Carey menyebutkan 5 komponen umum dari strategi pembelajaran yaitu kegiatan pra pembelajaran, penyajian informasi, patisipasi siswa (latihan), tes formatif, tindak lanjut.

1.Kegiatan Pra pembelajaran Dick dan carey (1985) menyebutnya pre instructional activities dan modul universitas terbuka menggunakan istilah pengantar atau kadang-kadang disebut pendahuluan.kegiatan awal tersebut dimaksudkan untuk mempersiapkan siswa agar secara mental mental siap mempelajari pengetahuan, keterampilan dan sikap baru.seorang pengajar yang baik tidak akan mendadak memberikan topik.

Pengajar harus bisa membawa suasana dengan pendahuluan. fungsi subkomponen pendahuluan ini akan tercermin dalam ketiga langkah di bawah ini :

a. Penjelasan singkat tentang isi pelajaran

b. Penjelasan relevansi isi pelajaran baru

c. Penjelasan tentang tujuan pembelajaran    

                 Dengan selesainya ketiga pendahuluan tersebut, siswa telah mempunyai gambaran global tentang isi pelajaran yang akan dipelajari. Kaitannya dengan pengalaman sehari hari, bermotivasi tinggi untuk mempelajarinya, dan mungkin dapat mengorganisasikan kegiatan belajarnya sebaik-baiknya. Waktu yang dibutuhkan untuk ketiga kegiatan dalam komponen pendahuluan tersebut tidak banyak mungkin hanya 3-5 menit dari 45-90 menit waktu pelajaran tersebut.tetapi artinya cukup besar untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi belajar siswa.

1. Penyajian Informasi

Setelah selesai kegiatan pendahuluan, pengajar mulai memasuki kegiatan penyajian. Penyajian adalah subkomponen yang sering ditafsirkan secara awam sebagai pengajaran karena memang merupakan inti kegiatan pengajaran.di dalamnya terkandung

3 pengertian pokok sebagai berikut, : uraian, contoh, latihan

1. 3. latihan (partisipasi siswa)
              Anak didik harus diberi kesempatan berlatih (terlibat) dalam setiap langkah pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran, apakah itu dalam bentuk Tanya jawab, atau mengerjakan soal-soal latihan untuk mencapai tujuan pembelajran. Semakin terlibat si belajar pada setiap kegiatan pembelajaran, diharapkan semakin baik perolehan belajar anak didik tersebut. Demikian juga halnya dengan keterlibatan pembelajaran dalam hal pemberian umpan balik tugas-tugas anak didik akan mempengaruhi terhadap perolehan belajar anak didik.

1. 4. Tes formatif
Tes formatif adalah satu set pertanyaan untuk dijawab atau seperangkat tugas untuk dilakukan untuk mengukur kemampuan belajar siswa setelah menyelesaikan suatu tahap pelajaran.tes dapat dilakukan secara tertulis atau lisan. Disampimg untuk mengukur kemampuan siswa, tes merupakan bagian dari kegiatan belajar siswa yang secara aktif membuat respon. Belajar dengan aktif tersebut akan lebih efektif bagi siswa untuk menguasai apa yang dipelajarinya. Hasil tes formatif harus diberitahukan kepada siswa dan diikuti dengan penjelasan tentang hasil kemajuan siswa. Kegiatan memberitahukan hasil tes tersebut dinamakan umpan balik. Hal ini penting artinya bagi siswa agar proses belajar menjadi efektif, efisien, dan menyenangkan. Umpan balik merupakan salah satu kegiatan instruksional yang sangat besar pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa

5. Tindak Lanjut
          Tindak lanjut adalah kegiatan yang dilakukan siswa setelah melakukan tes formatif dan mendapatkan umpan balik. Siswa yang telah mencapai hasil baik dalam tes formatif dapat meneruskan ke bagian pelajaran selanjutnya atau mempelajari bahan tambahan untuk memperdalam pengetauan yang telah dipelajarinya. Siswa yang mendapatkan hasil kurang dalam tes formatif harus mengulang isi pelajaran tersebut dengan menggunakan bahan instruksional yang sama atau berbeda. Petunjuk dari pengajar tentang apa yang harus dilakukan siswa merupakan salah satu bentuk pemberian tanda dan bantuan kepada siswa untuk memperlancar kegiatan belajar selanjutnya.
                      Akhirnya Proses pembelajaran adalah proses yang di dalamnya terdapat kegiatan interaksi antara guru-siswa dan komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan belajar (Rustaman, 2001). Begitu banyak tahapan pembelajaran yang harus guru pelajari guna mendukung kegiatan pembelajarannya. Namun pada umumnya, secara sederhana tahapan pembelajaran terdiri dari tahap pra pembelajaran, penyajian pembelajaran dan tindak lanjut pembelajaran. Dengan mengetahui berbagai proses pembelajaran diharapkan seorang guru dapat menerapkan semua proses tersebut didalam kegiatan pembelajarannya, hal ini dimaksudkan agar pembelajaran lebih sesuai dengan tujuan yang diharapkan, lebih optimal, lebih terstruktur, lebih menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan, menarik, efektif, dan efesien.