Thursday, September 19, 2013

PARADIKMA PENDIDIKAN DEMOKRATIS

          Reformasi bidang politik di Indonesia pada penghujung abad ke-20 M, telah membawa perubahan besar pada kebijakan pengembangan sector pendidikan, yang secara umumbertumpu pada dua paradigma baru yaitu otonomisasi dan demokratisasi. Undang-undangNomor 32  tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah telah meletakkan sektor pendidikan sebagai salah satuyang diotonomisasikan bersama sektor-sektor pembangunan yang berbasis kedaerahan lainnya, seperti kehutanan, pertanian, koperasi, dan pariwisata. Otonomisasi sektor pendidikan kemudian didorong pada sekolah, agar kepala sekolah dan guru memiliki tanggung jawab besar dalam peningkatan kualitas proses  pembelajaran untuk meningkatkan kualitas hasil belajar. Baik guru dan kepala sekolah, karena pemerintah daerah hanya memfasilitasi berbagai aktivitas pendidikan, baik sarana, prasarana, ketenagaan, maupun berbagai program pembelajaran yang direncanakan sekolah.
      Bersamaan dengan itu, pemerintah juga mengeluarkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989. Salah satu isu penting dalam undang-undang tersebut adalah pelibatan masyarakat dalam pengembangan sektor pendidikan, sebagaimana ditegaskan pada pasal 9 bahwa masyarakat berhak untuk berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan.
          Pasal ini merupakan kelanjutan dari pernyataan pada pasal 4 ayat 1 bahwa pendidikan di Indonesia diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan. Demokratisasi pendidikan merupakan implikasi dari dan sejalan dengan kebijakan mendorong pengelolaan sector pendidikan pada daerah, yang implementasinya di tingkat sekolah. Berbagai perencanaan pengembangan sekolah, baik rencana pengembangan sarana dan alat, ketenagaan, kurikulum serta berbagai program pembinaan siswa, semua diserahkan pada sekolah untukmerancangnya serta mendiskusikannya dengan mitra horizontalnya dari komite sekolah.
         Terkait dengan demokratisasi penyelenggaraan sekolah ini, setidaknya ada tiga aspek yang menjadi pusat perhatian dalam kajian ini, yakni demokratisasi dalam penyusunan, pengembangan dan implementasi kurikulum di sekolah, demokratisasi dalam proses pembelajaran sejak penyiapan program pembelajaran, sampai implementasi proses pembelajaran dalam kelas dengan memberikan perhatian pada aspirasi siswa, tidak mengabaikan mereka yang lamban dalam proses pemahaman, dan tidak merugikan mereka yang cepat dalam pemahaman bahan ajar. Semua memperoleh pelayanan yang proporsional, dan semua harus berakhir dengan batas minimal pencapaian kompetensi sesuai angka yang ditetapkan bersama dalam koridor mastery learning.
           Kemudian, semua upaya demokratisasi tersebut juga tidak akan efektif membawa berbagai perubahan tanpa didukung dengan pola pengelolaan sekolah yang sesuai. Oleh sebab itulah, model manajemen yang harus dikembangkan dalam konteks demokratisasi sekolah tersebut adalah manajemen yang demokratis, yang memperbesar pelibatan teamwork dalam proses pengambilan putusan, perencanaan program, pendistribusian tugas dan wewenang, serta perubahan paradigma dalam menilai produktivitas kerja setiap unsur dalam organisasi sekolah, dengan orientasi  kepuasan pelanggan.
           Demokratisasi dalam kurikulum dan proses pembelajaran tidak akan berjalan dengan baik bila polapengelolaan sekolahnya otokratis, sentralistik dan kurang aspiratif serta kurang pelibatan mitra horizontal sekolah. Usulan-usulan kreatif guru akan selalu tersandung oleh aturan-aturan birokrasi dan kekuasaan vertikal.
         Oleh sebab itu, demokratisasi kurikulum dan pembelajaran harus diimbangi dengan demokratisasi dalam pengelolaan dan manajemen sekolah, dengan pelibatan seluruh unsur dalamorganisasi sekolah tersebut, bahkan dalam batas-batas tertentu, juga melibatkan client dan user sekolah, khususnya dalam evaluasi dan pengembangan kurikulum, serta upaya-upaya mengimplementasikan berbagai program dan gagasan cerdas pengembangan sekolah.
         Praktik sekolah demokratis ini tentu memerlukan pelibatn. Dalam konteks assessment kurikulum,pelibatan aspiratif untuk menjaring berbagai gagasan pengembangan, bisa dilakukan pada semua levelsekolah. Akan tetapi, dalam konteks pelibatan siswa dalam pengembangan proses pembelajaran, masihbelum secara totalitas dikembangkan secara demokratis, khususnya untuk level sekolah dasar danprasekolah, walupun berbagai penelitian di negara maju telah dicobakan sampai pada level taman kanak-kanak.

0 comments:

Post a Comment