Thursday, September 19, 2013

Demokratisasi Pengembangan Kurikulum


KURIKULUM, PENGERTIAN DAN MACAM-MACAMNYA

           Mau dibawa ke mana anak-anak oleh sekolah, siapa yang paling berhak menentukan arah dan kebijakan sekolah. Ini merupakan pertanyaan-pertanyaan mendasar dalam penyelenggaraan
sekolah, dalam sistem atau pendekatan apa pun. Semangat demokratis dalam penyelenggaraan
sekolah akan menginspirasi bahwa public sekolah memiliki hak yang sangat kuat dan sangat besar dalam penetapan arah kebijakan kurikulum sekolah, barangkali sama kuatnya dengan pemerintah sendiri, karena client sekolah adalah publiknya dan pemerintah yang juga dalam konteks lain sebagai user, bukan terbatas dalam aspek penerimaan tenaga kerja pada instansi pemerintah saja, tapi lapangan kerja secara lebih luas di semua sector, pertanian, industri, jasa atau lainnya, di dalam negeri maupun di luar negeri. Semakin kompetitif SDM bangsa, maka akan semakin meningkat dignity bangsa tersebut di hadapan bangsa-bangsa lainnya.
Sebaliknya semakin merosot daya saingnya, maka akan semakin menurun pula nation dignity-nya. Dengan demikian, public sekolah dan pemerintah sama-sama memiliki kepentingan dalam penetapan arah dan pendidikan anak-anak di sebuah sekolah.
Kurikulum merupakan inti dari sebuah sekolah, karena kurikulumlah yang mereka tawarkan pada publiknya, dengan dukungan SDM guru berkualitas, serta sarana sumber belajar lainnya yang memadai.
          Diskursus tentang kurikulum masih terus berjalan, apakah kurikulum itu hanya bermakna Cource Out Line atau GBPP, atau mencakup seluruh pengalaman yang diberikan pada anak dalam proses pendidikannya oleh guru.
          Dalam konteks ini Ronald C. Doll menjelaskan bahwa kurikulum sudah tidak lagi bermakna sebagai rangkaian bahan yang akan dipelajari serta urutan pelajaran yang akan dipelajari siswa, tapi seluruh pengalaman yang ditawarkan pada anak-anak peserta didik di bawah arahan dan bimbingan sekolah. Pengalaman yang diperoleh siswa dari program-program yang ditawarkan sekolah amat variatif, tidak sebatas hanya pembelajaran di dalam kelas, tapi juga lapangan tempat mereka bermain di sekolah , kantin, dan bahkan bis sekolah.
        Semua itu memberikan kontribusi pengembangan siswa, yang mempengaruhi perubahan-perubahan pada mereka. Sesuai pengertian di atas, maka kurikulum, sebagaimana dikemukakan Sukmadinata memiliki beberapa karakteristik. yaitu:

1.  Kurikulum sebagai suatu substansi, yakni bahwa kurikulum adalah sebuah rencana kegiatan belajar para siswa di sekolah, yang mencakup rumusan-rumusan tujuan, bahan ajar, proses kegiatan
pembelajaran, jadwal dan evaluasi hasil belajar. Kurikulum tersebut merupakan sebuah konsep yang
telah disusun oleh para ahli dan disetujui oleh para pengambil kebijakan pendidikan serta masyarakat sebagai user dari hasil pendidikan.

2.  Kurikulum sebagai sebuah sistem, yakni bahwa kurikulum merupakan rangkaian konsep tentang berbagai kegiatan pembelajaran yang masing-masing unit kegiatan memiliki keterkaitan secara koheren dengan lainnya, dan bahwa kurikulum itu sendiri memiliki keterkaitan dengan semua unsure dalam ssistem pendidikan secara keseluruhan.

3.  Kurikulum merupakan sebuah konsep yang dinamis, yakni bahwa kurikulum merupakan konsep
yang terbuka dengan berbagai gagasan perubahan serta penyesuaian-penyesuaian dengan tuntutan
pasar atau tuntutan idealisme pengembangan peradaban umat manusia.
         Bersamaan dengan itu, Allan A. Glatthorn juga menjelaskan tiga variable penting dalam pengelolaan dan pengembangan sekolah, dan menjadi bagian integral dari hidden curriculum yaitu:
1.  Variabel organisasi
2.  Variabel sistem social
3.  Variabel budaya
a.  Rumusan tujuan sekolah yang jelas dan dapat dipahami oleh semua unsurnya, sebagai hasil
konsensus antara pengelola adminsitrasi dan guru.
b.  Pengelola administrasi memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap guru dan begitu juga sebaliknya, guru memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap tenaga administrasi.
c.  Pengelola administrasi dan guru memiliki ekspektasi yang baik terhadap para siswa yang
diartikulasikan dengan penguatan pelayanan akademik pada mereka.
d.  Pemberian hadiah terhadap mereka yang mencapai prestasi terbaik, dan pemberian hadiah serta
hukuman yang dilakukan secara fair dan konsisten kepada para siswa


 
Gambar 1
 Tentang Model Perumusan Kurikulum Yang Relevan 
Untuk Dikembangkan 
(Adaptasi Dari Westmeyer)



 Gambar 2
 Bidang-Bidang Yang Mempengaruhi Keputusan Kurikulum
(Adaptasi Wiles-Bondi).



Gambar 3
Taksonomi Pilihan Kurikulum.
 Pilihan Eclectic
Aliran ini dikembangkan teritama oleh Ralph Tyler dalam bukunya Basic Principles of Curriculum and Instructions, yang mengembangkan empat pertanyaan dalam penyusunan kurikulum, yaitu:

1.  Apa tujuan pendidikan yang hendak dicapai sekolah?

2.  Bagaimana mengembangkan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan?

Concern Filosofi dan Tujuan Sistem Pembelajaran Pendidikan Guru Manajemen Pembelajaran
Perenialisme  Esensialisme  Progresifisme  Rekonsitruksionisme   Rasionalisme  Perkembangan  Kurikulum  Rekonstruksi  Aktualisasi   Akademis  Proses Kognitif  Sbg Teknologi  Sosial  Diri
Bercorak  Bercorak  Bercorak  Bercorak  Bercorak   Klasikal  Disiplin  Analitis  Futuristik  Psichological  Humanistik Humanistik

3.  Bagaimana mengembangkan pengalaman belajar yang efektif dalam proses pembelajaran?

4.  Bagaimana proses pembelajaran efektif itu bisa dievaluasi?


KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI,APA, MENGAPA, DAN BAGAIMANA? 


              Bergulirnya UU No. 22 tahun 1999 membawa perubahan banyak pada kebijakan berbagai sector pembangunan, dan salah satunya adalah sector penddikan yang menjadi bagian dari sector-sektor yang diotonomisasikan pada daerah. Kajian dan pembahasan tentang otonomisasi sector pendidikankemudian memunculkan sebuah paradigma baru, karena jika pengalihan otoritas pemerintah pusat pada daerah, maka pemerintah daerah akan menjadi serta kinerja para pelaksanaan dan pengelola pendidikan di tingkat sekolah. Oleh sebab itu, kebijakan yang cukup cerdas dan kini telah bergulir di daerah-daerah dalam rangka implementasi otonomi dalam pengelolaan pendidikan adalah, menugaskan pemerintah daerah untuk memfasilitasi program perluasan serta pengembangan dan peningkatan kualitas pendidikan, sementara berbagai kebijakan akademisnya, baik dimensi pengembangan kurikulum maupun pengelolaan berbagai aspek operasional pendidikan, menjadi tugas dari setiap unit sekolah.
               Dengan demikian, otonomi pendidikan, pada aspek-aspek akademik, inisiasi pengembangan networking horizontal, serta peningkatan kinerja tenaga kependidikan dan layanan administrasi pendidikan, berada pada tingkat sekolah yang difasilitasi oleh pemerintah daerah.

1.  Apa itu Kurikulum Berbasis Kompetensi
Kalau Doll mendefinisikan bahwa kurikulum itu adalah seluruh pengalaman yang ditawarkan pada
peserta didik di bawah arahan dan bimbingan sekolah, lalu apakah KBK juga mempunyai definisi
yang sama, karena intinya juga kurikulum, hanya aksentualisasinya saja yang berbeda. Siskandar
kepala pusat kurikulum Depdiknas mengemukakan, bahwa kurikulum berbasis kompetensi tiada lain adalah pengembangan kurikulum yang bertitik tolak dari kompetensi yang seharusnya dimiliki siswa setelah menyelesaikan pendidikan, yang meliputi pengetahuan, keterampilan, nilai dan pola berpikirserta bertindak sebagai refleksi dari pemahaman dan penghayatan dari apa yang telah dipelajari siswa. Demikian pula dengan Abdurrahman Saleh, dia menyatakan bahwa kurikulum berbasis kompetensi adalah perangkat standar program pendidikan yang dapat mengantarkan siswa untuk menjadi kompeten dalam berbagai bidang kehidupan yang dipelajarinya. Bertitik tolak dari pandangan tersebut, maka pembahasan KBK terbatas pada pertimbangan penyusunan struktur kurikulum serta silabus dari setiap subjek mata pelajaran, termasuk berbagai kegiatan pembelajaran yang merupakan implikasi dari penekanan KBK tersebut. Dengan demikian, kompetensi merupakan pusat perhatian dalam perancangan kurikulum, berbagai kebijakan pusat perhatian dalam perancangan berbagai aktivitas belajar lainnya, mengikuti arah dan tujuan dari pembinaan kompetensi-kompetensi yang diharapkan. Lalu apa sebenarnya kompetensi itu. Siskandar mengemukakan, bahwa kompetensi itu adalah pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.
          Demikian pula dengan rumusan yang dikemukakan dalam buku standar kurikulum nasional
pendidikan keagamaan, bahwa kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang
direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Dan kebiasaan-kebiasaan itu harus mampu
dilaksanakan secara konsisten dan terus-menerus, serta mampu untuk melakukan penyesuaian-
penyesuaian dengan berbagai perubahan yang terjadi dalam kehidupan,baik profesi, keahlian,
maupun lainnya. Kemudian, perumusan kompetensi dalam kurikulum juga harus memenuhi beberapa aspek penting, yaitu:
a.  Kompetensi tersebut harus dapat didefinisikan secara jelas dalam standar yang dapat dicapai serta
performance yang terukur.
b.  Kompetensi itu harus memiliki konteks, apakah konteks profesionalisme yang memerlukan
keahlian-keahlian tertentu, keterampilan yang digunakan dalam lapangan pekerjaan, kompetensi
komunikasi global, atau kompetensi akademik untuk studi lanjut.
c.  Kompetensi merupakan learning outcome yang mendeskripsikan apa yang dapat dibuat
seseorang setelah melalui proses pembelajaran.
d.  Terkait dengan itu, maka kompetensi juga harus mendeskripsikan proses pembelajaran yang
harus dilalui siswa untuk mencapai kompetensi harapan.

2.  Mengapa Kurikulum Berbasis Kompetensi
Setiap kurikulum disusun dengan end-product berbagai kompetensi, termasuk kurikulum 1994, dan kurikulum-kurikulum sebelumnya, hanya saja pada kurikulum-kurikulum tersebut rumusan
kompetensi diformat dalam bentuk rumusan tujuan, yang disusun secara hierarkis dari tujuan
nasional, institusional, tujuan kurikuler, tujuan pembelajaran umum dan khusus. Kompetensi terlihat dalam rumusan tujuan pembelajaran khusus yang akan terakumulasi menjadi tujuan pembelajaran umum, dan seterusnya sampai tujuan nasional. Rangkaian isi tujuan pada masing-masing tahap itu berisi berbagai rumusan kompetensi yang diharapkan sebagai hasil pembelajaran.
Kendati demikian, ada beberapa perbedaan distingtif antara kurikulum 94 dengan kurikulum berbasis kompetensi, yaitu:
a.  Kurikulum 94 disusun oleh pemerintah pusat melalui departemen pendidikan nasional (dulu
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan), dan daerah hanya diberi kewenangan menyusun
kurikulum muatan local maksimal 20%. Sedangkan dalam KBK, pemerintah hanya menyusun
kompetensi standar, sementara elaborasi sylabus-nya diserahkan pada daerah, yang selanjutnya
diserahkan pada sekolah dengan para gurunya. Dan pada KBK, sekolah dengan para gurunya
juga memiliki otoritas, tidak hanya menyusun sekwensi kurikulum tersebut yang lebih sistematis
dan sistematik, namun mereka juga memiliki otoritas untuk memberikan penguatan-penguatan
content of learning, baik atas dasar pertimbangan penguasaan siswa, maupun dalam upaya
mengejar benchmark sekolahnya.
b.  Kurikulum  94 pendekatan pembelajaran dan pengembangan kurikulum berbasis tujuan dan
content, sedangkan pada KBK pengembangan kurikulum berbasis pada pengembangan
kompetensi.
Aspek-aspek lain yang juga menjadi cirri KBK dibandingkan dengan kurikulum 94 adalah:
a.  Sebagai konsekuensi perumusan kurikulum oleh pemerintah pusat, maka guru harus mampu
memahami strukturnya dengan baik, serta merancang penyampaiannya pada siswa. Untuk itu
semua, guru harus melakukan Analisis Materi Pelajaran (AMP) untuk melakukan penyesuaian
metode, alat dan waktu yang diperlukan untuk melakukan proses pembelajaran, serta diikuti
dengan penyusunan Program Satuan Pelajaran (PSP) dan Rencana Pembelajaran (RP).
Sedangkan dalam kurikulum berbasis kompetensi, guru harus merancang silabus yang relevan
dengan kompetensi yang diharapkan, serta menetapkan strategi pembelajaran dan penugasan-
penugasan pada siswa.
b.  Dalam proses pembelajaran, kurikulum 94 juga pada hakikatnya menuntut siswa lebih aktif untuk melakukan proses pembelajaran dan menjadikan sekolah sebagai center for learning bukan center for teaching. Akan tetapi, implementasi active learning yang semata bertumpu pada lembar kerja siswa (LKS), proses pembelajaran menjadi sangat monoton dan kurang menyenangkan, serta
kurang memberi ruang bagi siswa untuk mengartikulasikan diri sehingga memperoleh pengakuan
lingkungannya. Oleh sebab itu, KBK active learning akan menjadi aksentuasi dengan perluasan
pada model cooperative dan collaborative learning yang perancangan strategi serta sistem
penilaiannya dibicarakan dengan siswa yang dituangkan dalam bentuk kontrak belajar, sehingga
proses pembelajaran berjalan secara demokratis, dan menjangkau seluruh ranah yang diharapkan
dalam proses pembelajaran.
c.    Demikian pula dengan penilaian; pada periode keberlakuan kurikulum 94, penilaian lebih
menekankan aspek kognitif dengan akumulasi antara nilai formatif, sumatif, sub-sumatif, serta
prosedur tes lainnya. Sementara pada kurikulum berbasis kompetensi penilaian harus dilakukan
secara variatif dan holistic tergantung kompetensi yang harus dicapainya. Untuk kompetensi
kognitif penilaian kognitif dengan menggunakan instrument tes, sedangkan kompetensi afektif
harus diukur dengan instrument pengukuran sikap yang di asses dengan instrument non-tes,
sementara adaptasi pengetahuan pada kebiasaan dinilai dengan instrument-instrumen observasi,
portofolio, serta model penilaian lainnya.


Gambar 4
Struktur Kompetensi Dalam KBK

Gambar 5
 Pola Hubungan Kerja Unsur-Unsur Pendukung 
Kurikulum Berbasis Kompetensi
Antara Satu Dengan Lainnya
 Sedangkan penilaian berbasis kelas adalah penilaian yang dilakukan guru terhadap kemajuan siswa dalam mencapai kompetensi yang diharapkan dan telah ditetapkan dalam kurikulum. Penilaian tersebut perlu dilakukan untuk memastikan bahwa siswa telah mengalami banyak perubahan sebagai hasil dari proses pembelajarannya.

Penilaian dilakukan secara individual dengan signifikansi sebagai berikut:
1.  Untuk mendiagnosis kekuatan dan kelemahan dari masing-masing siswa.
2.  Untuk memonitor kemajuan siswa.
3.  Menilai efektivitas proses pembelajaran. 
4.  Menilai efektivitas proses pembelajaran.




Gambar 6
Rangkaian Kegiatan Menuju Pola Belajar Tuntas Dikutif 

Sementara itu, untuk pengembangan kurikulum ini, dalam prinsip KBK dikemukakan dalam buku kebijakan pengembangan kurikulum madrasah, bahwa pengembangan kurikulum itu harus dilakukan secara komprehensif dengan memperhatikan berbagai pendekatan sebagai berikut (Mapenda, 2003).
Gambar 7
Kewenangan Masing-Masing Unit
Adaptasi Dari Wiles


Gambar 8
 Aspek-Aspek Yang Harus Dianalisis Dalam Pengembangan Kurikulum Adaptasi Dari Westmeyer
 

0 comments:

Post a Comment